“Ekaristi adalah suatu misteri iman, yang sungguh rangkuman dan ringkasa iman kita. iman Gereja pada hakekatnya aalah iman yang ekaristis dan secara istimewa dipupuk pada meja ekaristi. Iman dan sakramen adalah dua segi kehidupan Gerejawi yang saling melengkapi. Dibangkitkan oleh pemakluman Sabda Allah, iman dipupuk dan bertumbuh dalam perjumpaan penuh dengan Tuhan yang bangkit, yang terjadi dalam sakramen: iman diungkapkan dalam ritus, sementara ritus menguatkan dan menguduskan iman”. (Sacramentus Caritatis, No. 6)
Nama lain dari Ekaristi berasal dari kata Yunani untuk “ucapan syukur”. Istilah mengenangkan Perjamuan Malam Terakhir Kristus melalui konsekrasi roti dan anggur. Nama-nama lain untuk Ekaristi adalah perjamuan Tuhan, misa, dan persekutuan kudus[1].
Sejauh dililhat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan Diri seutuhnya kepada manusia, kita mengetahui bahwa iman atau wahyu merupakan perjumpaan antara Allah dengan manusia. Barangkali apa yang dikatakan Konsili Vatikan II dalam dokumen Sacrosanctum Concilium, bahwa liturgi (khususnya Ekaristi) adalah puncak dan sumber hidup Gereja (SC No. 10). Dan dokumen Konsili yang lain, yakni Lumen Gentium menyebut yang senada dengan itu: Ekaristi Sumber dan puncak seluruh hidup Kristiani. (LG no. 11)[2]. Atas pernyataan teologis bapa suci Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan ensiklik yang berjudul Ecclesia de Eucharistia yang berkaitan tentang gereja dan ekaristi. Pada tanggal 17 April 2003, Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II mengawali ensiklik tersebut dengan menguraikan bahwa Ekaristi terkandung misteri iman Gereja akan Kristus. Ekaristi disebut sebagai misteri iman Gereja karena : Waktu Gereja merayakan Ekaristi, peringatan akan wafat dan kebangkitan Tuhannya, peristiwa sentral penyelamatan menjadi sungguh-sungguh hadir dan terwujudlah karya penyelamatan kita. Kurban ini adalah sedemikian menentukan bagi penyelamatan bangsa manusia hingga Kristus mempersembahkannya adan baru kembali kepada Bapa setelah kita diberinya kemungkinan ambil bagian di dalamnya, seolah-olah kita telah hadir di sana (EE no.11)[3]. Jadi inti misteri iman ada dua yakni persitiwa Yesus Kristus (sengsara, wafat dan bangkit) dan penyelamatan kita (manusia) meskipun kita masih menunggu kedatangan Ktistus untuk mengharapkan penuyelamatan umat manusia nantinya pada akhir zaman. Ekaristi adalah misteri iman.
Iman adalah keutamaan kita dalam menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempercayai apa yang telah Kristus lakukan kepada kita (KGK no. 143, 1814). Ekaristi adalah sebuah tanda yang mengarahkan kepada kita untuk memelihara dan menguatkan iman kita dengan apa yang telah Ia tandakan kepada manusia antara lain kasih, kebijaksaan, dan kekuatan Allah yang dinyatakan kita oleh Kristus dalam kehadiran yang nyata melalui Ekaristi. Dalam hal ini ekaristi adalah sebuah “tanda perjanjian” sakramental par excellence[4] untuk masuk dalam perseketuan Allah dengan menerima dalam iman karya penyelamatan Allah yang memuncak dalam wafat dan kebangkitannya. Pada tahun 2005 refleksi yang paling mendalam dari Paus Benedikuts XVI mengenai Ekaristi : Iman Gereja pada hakikatnya adalah iman ekaristis, dan iman itu disegarkan dalam meja ekaristi…untuk ulasan tersebut sakramen Altar selalu berada pada kehidupan Gereja…semakin hidup[5].
Dalam Ekaristi boleh dikatakan terbagi menjadi dua yakni liturgi sabda dan liturgi perayaan ekaristi. Keduanya saling berhubungan satu dengan yang lain karena masih menjadi tata cara dalam merayakan ekaristi. Dalam perayaan ekaristi sabda Allah dijadikan sebagai sebuah pengajaran bagi orang-orang beriman dan tubuh Kristus dihidangkan untuk menjadi santapan bagi mereka[6]. Dari sebab itu, dalam perayaan ekaristi kita sering melihat dua meja yakni meja sabda dan meja perayaan ekaristi. Dari kedua meja ini jemaat yang berkumpul atau berhimpun dalam mengembangkan imannya. Di atas altar: Tubuh dan Darah Kristus dihadirkan dalam rupa persembahan roti dan piala berisi anggur. Sebab itu altar disebut meja perjamuan Tuhan yang dikelilingi oleh umat Allah yang berhimpun dengan maksud untuk mengambil bagian dalam perjamuan dan saling berbagi dari meja yang satu dan sama. Umat Allah yang berkumpul mengelilingi meeja ini menyerupai Yesus dan murid-murid-Nya yang duduk mengelilingi meja dalam perjamuan malam terakhir. Dengan demikian, secara liturgis altar adalah simbol Kristus atau diri Kristus sendiri sebagai Kepala Tubuh Mistik yang dikelilingi oleh seluruh anggota Tubuh-Nya, yaitu Gereja. Anggota Tubuh mengelilingi (altar = Kristus Kepala) sebagai pusat perjamuan sukacita, tempat persatuan dan perdamaian diri seluruh anggota Tubuh Kristus; sekaligus (altar = Kristus Kepala) sebagai sumber yang memberi hidup kesatuan dan persahabatan bagi seluruh angota-anggota-Nya. Makna dan meja liturgi secara simbolis liturgis ini menyatakan bahwa Kristus adalah benih Sabda yang ditanam-diakarkan dan ditumbuhkan di dalam hati dan jiwa setiap anggota-Nya setiap kali mereka berhimpun untuk mengelilingi-Nya dalam perayaan Ekaristi kudus. Dengan kata lain, Kristuslah puncak di mana iman Gereja ditujukan dan Kristuslah sumber dari mana iman Gereja mengalirkan rahmat, seturut sifat-dasar dan tujuan hakiki Ekaristi Kudus.
Untuk mengerti arti dari liturgi sabda serta mengambil dari manfaatnya yang perlu kita ketahui melalui kitab suci. Dalam menerima sakramen-sakramen kita pasti memerlukan iman. Dan iman itu muncul melalui Sabda Allah yang biasa kita dengarkan dalam perayaan Ekaristi. Oleh karena itu, dalam penerimaan sakramen-sakramen selalui didahului dengan ibadat sabda yaitu pembacaan kitab suci. Tetapi bisa terjadi, bahwa liturgi sabda dalam misa kudus diganti dengan upacara penerimaan salah satu sakramen lain, seperti: Permandian, Penguatan, Perkawinan atau Imamat; sebab dalam upacara penerimaan sakramen-sakramen itu ada juga upacara sabda, bacaan kitab suci[7]. Sedangkan dalam liturgi ekaristi menunjuk pada aspek dan unsur teologis-liturgis yang menentukan makna atau membentuk makna teologis ekaristi. Ekaristi dipandang secara umum oleh jemaat Kristiani sebagai sumber dan puncak seluruh kehidupan kristiani sebagai tanda kehadiran Kristus yang sungguh hadir melalui ekaristi. Menurut Lothar Lies, aspek dan unsur Ekaristi yang membentuk dan menentukan makna Ekaristi ialah Ekaristi sebagai anamnese, epiklese, koinonia, dan kurban. Keempat aspek tersebut dihubungkan dengan makna dasar Ekaristi sebagai puji syukur, sebagaimana arti dasar eucharistia dan eulogia[8]. Jadi dapat dikatakan bentuk perayaan ini dijadikan sebagai penopang dalam melaksanakan perayaan ekaristi. Hubungan liturgi sabda dan liturgi ekaristi diungkapkan dengan dua istilah yakni Misteri dua meja. Yang satu adalah meja (altar) roti dari surga yang kedua adalah meja hukum Allah, Sabda Allah, pelajaran yang menanamkan iman[9].
Perbedaan dari kedua kata yakni Ritus dan Rubrik. Rites (ritus, cara beribadah sesuai dengan pola yang sudah ditentukan) adalah kata-kata yang diucapkan atau dinyanyikan dalam suatu pelayanan ibadah meskipun kadang-kadang untuk semua aspek ibadah. Istilah itu dapat merujuk ke lembaga-lembaga seperti Eastern-rite Catholics, yang ibadahnya mengikuti suatu pola yang berbeda (khas). Ritus berbeda dari ceremonial, kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam ibadah[10]. Sedangkan rubrics, yaitu petunjuk-petunjuk pelaksaan ibadah. Walaupun warna-warna lain sekarang kadang-kadang dipakai, rubrik sering kali dicetak dalam warna merah sebagaimana ditunujukan oleh nama itu sendiri (berasal dari bahasa Latin yang berarti merah). Order, ritus dan rubrik, yaitu pola, kata-kata dan petunjuk-petunjuk adalah komponen-komponen dasar sebagian buku-buku ibadah[11].
Dalam sakmen dan rahmat (cinta Allah) disampaikan secara konkret melalui tanda-tanda badaniah kepada kita. Dalam perbuatan manusiawi, kita mengalami cinta ilahi. Dengan di sini dibicarakan mengenai “perbuatan manusia” dan tidak mengenai benda material yang didalamnya kita mengalami rahmat yang menguduskan, karena tanda sakramen sesungguhnya aksi/perbuatan[12]. Jadi arti dari sakramen yang merupakan saluran rahmat Allah, dan tanda yang tak terpisahkan dari hakekat Gereja sebagai Tubuh Kristus, maka sudah selayaknya kita menghargai dan mempersiapkan diri seutuhnya untuk menerima sakramen-sakramen yang membawa kita kepada keselamatan. Mari kita merendahkan diri di hadapan Tuhan dengan menerima cara Tuhan menyampaikan rahmat-Nya kepada kita, baik untuk jiwa maupun tubuh kita, untuk mendatangkan keselamatan baik yang rohani maupun jasmani. Dengan demikian kita dapat mengambil bagian di dalam kehidupan ilahi yang dicurahkan kepada kita melalui rahmat Kristus.
Ekaristi adalah suatu misteri iman. Iman Gereja pada hakikatnya adalah iman ekaristis, dan secara istimewa disediakan melalui meja Ekaristi. Iman dan sakramen adalah dua segi kehidupan gerejawi yang saling melengkapi dan tak terpisahkan. Dibangkitkan oleh sabda Allah, iman bertumbuh dalam perjumpaan penuh rahmat dengan Tuhan yang bangkit, yang terjadi dalam Sakramen. Karena alasan ini, Sakramen Altar selalu ada di jantung kehidupan Gereja dan Gereja selalu dilahirkan kembali dalam keadaan baru. Semakin hidup iman ekaristis umat Allah, semakin besar partisipasinya dalam kehidupan gerejawi, yang diungkapkan dalam komitmen yang kuat kepada perutusan yang dipercayakan Kristus kepada murid-murid-Nya. Sejarah Gereja itu sendiri memberikan kesaksian tentang hal ini. Dalam batas tertentu, setiap pembaruan yang besar selalu dikaitkan dengan penemuan kembali iman akan kehadiran ekaristi Tuhan di tengah umat-Nya.
Dalam Sacrosanctum Concilium no. 27 mengenai perayaan bersama. Setiap kali suatu upacara, menurut hakekatnya yang khas, diselenggarakan sebagai perayaan bersama, dengan dihadiri banyak Umat yang ikut secara aktif, hendaknya ditandaskan, agar bentuk itu sedapat mungkin diutamakan terhadap upacara perorangan yang seolah-olah bersifat pribadi. Terutama itu berlaku bagi perayaan Misa, tanpa mengurangi kenyataan, bahwa setiap Misa pada hakekatnya sudah bersifat resmi dan umum, begitu pula bagi pelayanan sakramen-sakramen[13]. Jadi sudah jelas apa yang dikatakan dalam KV II bahwa, setiap upacara menurut hakikatnya diselenggarakan sebagai perayaan bersama dengan dihadiri banyak umat yang ikut secara aktif terlebih khusus bagi perayaan misa yang pada hakikatnya bersifat resmi dan umum sama halnya dengan sakramen-sakramen. Oleh karena itu, Dies Domini dan Ecclesiae pada tingkat pastoral, aspek masyarakat dari perayaan hari Minggu harus ditekankan secara khusus. Sejauh saya saya ketahui di tempat lain, di antara banyak kegiatan di sebuah paroki bahwa tidak ada yang jauh lebih penting untuk berkumpul dalam perayaan Ekaristi . Mengingat hal ini, Konsili Vatikan II mengingatkan kepada kita untuk menumbuhkan kembali kehidupan berkomunitas umat Kristiani di Gereja.
Dalam kegiatan liturgi khususnya ekaristi yang boleh memipin kegiatan liturgi hanyalah imam. Imam adalah seseorang yang telah menerima rahmat tahbisan dari uskup dan salah satu tugas imam ialah memimpin perayaan ekaristi sebagai wakil umat. Pada perayaan-perayaan besar misalnya dalam Paskah dan Natal kadang-kadang yang memimpin perayaan besar bukan hanya satu imam saja melainkan beberapa imam yang sering kita sebut dengan nama konselebran sama seperti apa dikatan dalam LG no.10. Namun pelayanan imamat didirikan tidak hanya dalam nama Kristus (in persona Christi), tetapi juga atas nama gereja yang resmi mewakili semua orang beriman (in persona Ecclesiae). Oleh karena itu makna akan imam bertindak atas nama Kristus dengan cara tertentu dengan pentahbisan sakramental, yang dikhususkan untuk lebih dekat dengan Kristus. Perhatikan bahwa tidak ada hak individu, tetapi milik umum yang diberikan kepada orang tertentu yang ia wakili atas nama semua orang beriman.
Daftar Pustaka
KWI. Konsili Vatikan II. Obor. Jakarta. 1993
KWI. Iman Katolik: Buku Reformasi dan Referensi. Kanisius. Yogyakarta. 1996
James F. White. Pengantar Ibadah Kristen. Gunung Mulia. Jakarta. 2009
A. Lukasik, SCJ. Memahami Perayaan Ekaristi:Penjelasan tentang unsur-unsur perayaan ekaristi. Kanisius. Yogyakarta. 1991
E. Martasudjita, Pr. Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis dan Pastoral. Kanisius. Yogyakarta. 2005
Y.B. Prasetyantha, MSF. Ekaristi dalam Hidup Kita. Kaniusius. Yogyakarta. 2008
John L. Allen, Jr. Paus Benediktus XVI: Sepuluh Gagasan Yang Memgubah Dunia. Kanisius.2008
Frans Sugiyono. Mencintai Liturgi. Kanisius. Yogyakarta. 2010
Michael Collins, Matthew A. Price.Milenium The Story Of Christianity.A Dorling Kindersley Book.London
[1] Michael Collins, Matthew A. Price.Milenium The Story Of Christianity.A Dorling Kindersley Book.London.Hlm 230
[2] Y.B. Prasetyantha, MSF. Ekaristi dalam Hidup Kita. Kaniusius. Yogyakarta. 2008. Hlm. 131
[4] Y.B. Prasetyantha, MSF. Ekaristi dalam Hidup Kita. Kaniusius. Yogyakarta. 2008. Hlm. 131
[5] John L. Allen, Jr. Paus Benediktus XVI: Sepuluh Gagasan Yang Memgubah Dunia. Kanisius.2008. Hlm. 26
[6] Frans Sugiyono. Mencintai Liturgi. Kanisius. Yogyakarta. 2010. Hlm. 41
[7] A. Lukasik, SCJ. Memahami Perayaan Ekaristi:Penjelasan tentang unsur-unsur perayaan ekaristi. Kanisius. Yogyakarta. 1991. Hlm. 34
[8] E. Martasudjita, Pr. Ekaristi: Tinjauan Teologis, Liturgis dan Pastoral. Kanisius. Yogyakarta. 2005. Hlm. 346
[9]A. Lukasik, SCJ. Memahami Perayaan Ekaristi:Penjelasan tentang unsur-unsur perayaan ekaristi. Kanisius. Yogyakarta. 1991. Hlm. 34
[10] James F. White. Pengantar Ibadah Kristen. Gunung Mulia. Jakarta. 2009. Hlm. 19
Komentar
Posting Komentar