Langsung ke konten utama

Fungsi Ruang Publik Dalam Demokrasi (Jurgen Habermas)


Noldianto Marianus Lasterman

Dalam teori politik dewasa sekarang ini, demokrasi tidak mau dimengerti secara minimalis dalam pemilihan umum melainkan harus kita lihat sebagai proses-proses demokratis. Sistem demokrasi pada ruang publik awalnya lebih dikuasai oleh para pemilik modal ekonomi maupun politik untuk mencapai kepentingan sendiri. Menurut Habermas, pluralitas yang banyak dipahami masyarakat sebagai sumber perpecahan justru berfungsi sebagai kontribusi dalam proses pembentukan opini dan aspirasi publik. Artinya ruang publik dapat diakses bagi siapa saja dan bukan hanya para politis melainkan masyarakat karena ruang publik digambarkan sebagai jaringan komunikasi informasi dan pandangan yang bersifat opini untuk mengekspresikan sikap positif dan negatif.


Dari sudut pandang demokrasi, ruang publik harus memiliki keyakinan dan menawarkan solusi-solusi untuk mengatasi masalah dengan suatu cara sehingga bisa didengar dan terhubung dengan pemerintah. Ruang publik harus bersifat netral dari segala bentuk campur tangan, entah itu dari politik maupun ekonomi. Untuk itulah ruang publik harus sehat yang berarti bebas dan kritis. Bebas berarti setiap orang dapat berbicara dimanapun, kapanpun dan ikut terlibat dalam debat politik yang sering kita lihat di media massa (TV, Radio, Koran, Smartphone, etc). Sedangkan Kritis artinya siap dan mampu secara adil dan bertanggung jawab dalam proses-proses pengambilan keputusan yang bersifat publik. Dengan kata lain, ruang publik  sebagai tempat komunikasi bagi setiap orang untuk berdiskusi secara bebas dan setara tanpa adanya tekanan dalam kehidupan bersama.


Habermas menghendaki agar politik tidak hanya dipahami dalam pemilihan formal dan birokrasi negara (Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif) tetapi juga dalam jaringan komunikasi yang bersifat formal dan informal untuk menyampaikan aspirasi dan opini dalam ruang publik. Artinya ruang publik merupakan konsekuensi logis dari negara  hukum demokratis, sehingga keberadaannya tidak boleh kita abaikan. Oleh karena itu ruang publik sama halnya dengan lembaga-lembaga formal dalam negara hukum demokratis.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia: Membangun Jembatan Kasih Dalam Kesederhanaan di Tengah Keberagaman Bangsa

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bukan saja merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Katolik, tetapi juga menjadi contoh tentang bagaimana kesederhanaan dapat menjadi titik penyatuan di tengah keberagaman bangsa. Paus Fransiskus, yang terkenal akan gaya hidupnya yang sederhana dan dekat dengan rakyat, membawa pesan yang sangat tepat bagi masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya dan agama. Kesederhanaan beliau menjadi bukti yang jelas bagaimana hidup dengan rendah hati dapat mengatasi perbedaan dan memperkuat persatuan. Dalam setiap pertemuan dan dialognya dengan berbagai pemimpin agama di dunia, Paus Fransiskus selalu menunjukkan sikap rendah hati dan keterbukaan. Beliau tidak hanya berbicara tentang pentingnya kasih dan persaudaraan, tetapi juga mempraktikkannya dalam setiap langkahnya. Kesederhanaan dalam sikap dan tindakan Paus Fransiskus menjadi cerminan dari pesan Kristiani yang mendalam: bahwa kasih tidak membutuhkan kemewahan atau kekuasaan, melainkan ketulusan hati un

Media Komunikasi Sebagai Karya Kerasulan

Noldianto Marianus Lasterman Dalam perkembangan yang begitu pesat manusia  menciptakan berbagai media komunikasi yang semakin mempermudah orang-orang untuk mengakses segala kebutuhannya. Lalu apakah yang dimaksud dengan “komunikasi”? secara etimologis, komunikasi berasal dari kata Latin communicatio atau communis, yang berarti biasa atau berbagai . Perkembangan media komunikasi ini, gereja ikut serta cara mengaplikasikan media tersebut dalam bentuk pelayanannya. Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, membuat gereja memfasilitasi berbagai macam media komunikasi dalam pertumbuhan iman umat beriman. Syukur jika sekaligus juga dapat menjadi sarana pewartaan (evangelisasi) yang karena nilai-nilai Kristiani dan kemanusiaan yang dikandungnnya-menjangkau kalangan yang lebih luas lagi.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif. Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan

Ekaristi

Noldianto Marianus Lasterman “Ekaristi adalah suatu misteri iman, yang sungguh rangkuman dan ringkasa iman kita. iman Gereja pada hakekatnya aalah iman yang ekaristis dan secara istimewa dipupuk pada meja ekaristi. Iman dan sakramen adalah dua segi kehidupan Gerejawi yang saling melengkapi. Dibangkitkan oleh pemakluman Sabda Allah, iman dipupuk dan bertumbuh dalam perjumpaan penuh dengan Tuhan yang bangkit, yang terjadi dalam sakramen: iman diungkapkan dalam ritus, sementara ritus menguatkan dan menguduskan iman”. (Sacramentus Caritatis, No. 6)            Nama lain dari Ekaristi berasal dari kata Yunani untuk “ucapan syukur”. Istilah mengenangkan Perjamuan Malam Terakhir Kristus melalui konsekrasi roti dan anggur. Nama-nama lain untuk Ekaristi adalah perjamuan Tuhan, misa,  dan persekutuan kudus [1] . Sejauh dililhat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan Diri seutuhnya kepada manusia, kita mengetahui bahwa iman atau wahyu merupakan perjumpaan antara Allah dengan