Langsung ke konten utama

Persahabatan Sebagai Bukti Dari Eksistensi Manusia

23 November 2017
(Noldianto Marianus Lasterman: Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara)

            Kemajuan pola pikir manusia yang semakin pesat dengan begitu banyak talenta yang dimiliki membuat manusia mampu untuk melakukan berbagai macam hal yang bisa memberi manfaat baik bagi orang lain maupun diri sendiri. Pandangan ini menjadi bukti bahwa manusia merupakan mahluk ciptaan yang paling tinggi dibandingkan ciptaan lainnya karena  memiliki otak untuk berpikir dan perasaan untuk menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Hakikat manusia untuk berpikir dan bertindak adalah salah satu cara untuk membedakan diantara semua ciptaan lainnya. Manusia memiliki sebuah interpretasi yang selalu mencari tahu akan ketidaktahuannya terhadapa dunia(kosmos) yang memiliki banyak pertanyaan yang mesti dijawab dan dipahami secara rasio maupun logika. Sebagai bentuk untuk memahami akan dunia yang terus berkembang pesat saya menawarkan bahwa tafsir terhadap dunia tidak mudah dilakukan secara individu melainkan bersama-sama dengan yang lain melalui persahabatan. Persahabatan yang dimaksud di sini adalah persahabatan segitiga menurut Plato artinya kebaikan dijadikan sebagai jembatan atau relasi diantara subjek dan objek yang saling berseberangan. Kebaikan (yang tertinggi) merupakan wujud eksistensi dari manusia dimana saling menghormati dan mencintai. Hakikat manusia untuk menghormati dan mencintai merupakan hal yang pantas dan tak terbantahkan karena sikap saling menunjukan akan sesama pengada yang satu dengan yang lainnya.


            Persahabatan juga dapat menunjukan sikap kebebasan bagi manusia. Kebebasan tidak pernah lepas dari eksistensi manusia. Kebebasan juga dapat menghantar manusia untuk bersikap lebih normatif melalui jalan persahabatan. Dalam contoh kasus: Ahmad dan Iwan sudah berteman dari kecil sehingga suka duka pun telah mereka lalui sampai mereka berdua menjadi orang sukses di perusahaan yang sama dan mendapatkan upah yang sama juga berkat ketekunan dan kekompakan mereka. Pada akhirnya Ahmad dan Iwan telah memilih jalannya masing- masing karena menikah dengan pasangan yang mereka dambakan sehingga, persahabatan yang telah mereka jalani berbeda dari yang sebelumnya karena waktu berkumpul mereka telah dibatasi akibat keduanya telah membina keluarganya masing-masing. Apakah persahabatan Ahmad dan Iwan bisa dikatakan tidak bebas lagi? kebebasan dari kasus ini dapat ditelusuri melalui dua macam kebebasan yakni kebebasan eksistensi dan kebebasan sosial. Kebebasan eksistensi yang dilakukan oleh Ahmad dan Iwan dapat dilihat melalui pekerjaan yang mereka jabati sehingga melalui ketekunan dan kekompakan mereka telah mengubah hidup mereka menjadi sukses. Salah satu bukti dari eksistensi mereka melalui usaha yang telah mereka capai bersama membuat kehidupan Ahmad dan Iwan bisa disebut sebagai viri probati (pria sejati). Kebebasan sosial dalam arti kebebasan yang normative karena Ahmad dan Iwan telah memilih jalannya masing-masing untuk hidup berkeluarga dan membina norma-norma yang berlaku dalam keluarga dan masyarakat.


            Model dari kasus di atas ialah cinta. Secara ideal, cinta yang sempurna dalam persahabatan merupakan cinta yang tergantung satu dengan yang lain diandaikan mereka tidak dapat hidup tanpa yang lain. Melalui persahabatan juga kita bisa memperkuat identitas kita sebagai manusia untuk mengembangkan diri dan menyumbangkan sesuatu kepada orang lain. Cinta terhadap sahabat tidak membuat manusia hidup secara pasif melainkan menambah wawasan-wawasan yang berguna bagi diri sendiri dan orang lain. Kita juga tidak perlu khawatir kehilangan kebebasan melainkan membuat hidup kita mengalami otonomi yang bersedia bertanggunjawab (Jean Paul Sartre).


            Menurut Platon, orang bersahabat karena adanya hasrat/kekurangan akan sesuatu. Sebagai hasrat, kata Eros mewakili tiga jenis rasa kurang yang ada pada manusia seturut bagian-bagian jiwa: epithumia, thumos, dan logistik[1]. Bagian-bagian jiwa dalam diri manusia membuat persahabatan muncul karena adanya rasa kurang pada kebaikan sehingga kebaikan menjadi tolak ukur dalam persahabatan. Kebaikan merupakan wujud dari eksistensi manusia melalui persahabatan. Oleh karena itu, perhabatan dimaknai sebagai bukti dari eksistensi akan adanya kebaikan dalam mempertahankan identitas diri sebagai ciptaan yang ber-ambisi dan ber-kuasa untuk semua manusia. Dengan demikian, saya mau mengajak kita semua untuk berefleksi bahwa eksistensi dari persabatan tidak pernah terlepas dari kebaikan karena kebaikanlah yang tertinggi dalam membangun relasi ataupun hubungan komunikasi antara satu dengan yang lainnya. Sekian dan Terima Kasih.





[1] A. Setyo Wibowo, Platon LYSIS tentang Persahabatan, Kanisius: Yogyakarta, 2015, hlm. 154

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia: Membangun Jembatan Kasih Dalam Kesederhanaan di Tengah Keberagaman Bangsa

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bukan saja merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Katolik, tetapi juga menjadi contoh tentang bagaimana kesederhanaan dapat menjadi titik penyatuan di tengah keberagaman bangsa. Paus Fransiskus, yang terkenal akan gaya hidupnya yang sederhana dan dekat dengan rakyat, membawa pesan yang sangat tepat bagi masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya dan agama. Kesederhanaan beliau menjadi bukti yang jelas bagaimana hidup dengan rendah hati dapat mengatasi perbedaan dan memperkuat persatuan. Dalam setiap pertemuan dan dialognya dengan berbagai pemimpin agama di dunia, Paus Fransiskus selalu menunjukkan sikap rendah hati dan keterbukaan. Beliau tidak hanya berbicara tentang pentingnya kasih dan persaudaraan, tetapi juga mempraktikkannya dalam setiap langkahnya. Kesederhanaan dalam sikap dan tindakan Paus Fransiskus menjadi cerminan dari pesan Kristiani yang mendalam: bahwa kasih tidak membutuhkan kemewahan atau kekuasaan, melainkan ketulusan hati un

Media Komunikasi Sebagai Karya Kerasulan

Noldianto Marianus Lasterman Dalam perkembangan yang begitu pesat manusia  menciptakan berbagai media komunikasi yang semakin mempermudah orang-orang untuk mengakses segala kebutuhannya. Lalu apakah yang dimaksud dengan “komunikasi”? secara etimologis, komunikasi berasal dari kata Latin communicatio atau communis, yang berarti biasa atau berbagai . Perkembangan media komunikasi ini, gereja ikut serta cara mengaplikasikan media tersebut dalam bentuk pelayanannya. Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, membuat gereja memfasilitasi berbagai macam media komunikasi dalam pertumbuhan iman umat beriman. Syukur jika sekaligus juga dapat menjadi sarana pewartaan (evangelisasi) yang karena nilai-nilai Kristiani dan kemanusiaan yang dikandungnnya-menjangkau kalangan yang lebih luas lagi.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif. Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan

Ekaristi

Noldianto Marianus Lasterman “Ekaristi adalah suatu misteri iman, yang sungguh rangkuman dan ringkasa iman kita. iman Gereja pada hakekatnya aalah iman yang ekaristis dan secara istimewa dipupuk pada meja ekaristi. Iman dan sakramen adalah dua segi kehidupan Gerejawi yang saling melengkapi. Dibangkitkan oleh pemakluman Sabda Allah, iman dipupuk dan bertumbuh dalam perjumpaan penuh dengan Tuhan yang bangkit, yang terjadi dalam sakramen: iman diungkapkan dalam ritus, sementara ritus menguatkan dan menguduskan iman”. (Sacramentus Caritatis, No. 6)            Nama lain dari Ekaristi berasal dari kata Yunani untuk “ucapan syukur”. Istilah mengenangkan Perjamuan Malam Terakhir Kristus melalui konsekrasi roti dan anggur. Nama-nama lain untuk Ekaristi adalah perjamuan Tuhan, misa,  dan persekutuan kudus [1] . Sejauh dililhat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan Diri seutuhnya kepada manusia, kita mengetahui bahwa iman atau wahyu merupakan perjumpaan antara Allah dengan