Langsung ke konten utama

Nilai Intrinsik Semua Makhluk



Noldianto Marianus Lasterman

Semua ciptaan di seluruh dunia yang menempatkan manusia, hewan, dan tumbuhan di pusat alam semesta, baik secara fisik, spiritual atau etis, dapat disebut sebgai pandangan antroposentris. Dalam konteks diskusi ekologis, antroposentrisme biasanya dipahami untuk merujuk pada pandangan bahwa manusia memiliki nilai etis makhluk non-manusia yang hanya berasal dari hubungan dan kegunannya bagi manusia.

Antroposentris berpendapat bahwa hutan harus ditebangi karena manfaat ekonomi yang dihasilkan bagi perusahaan penebangan atau bagi para petani. Ini juga akan menjadi antroposentris untuk berdebat melawan orang-orang yang menebangi hutan karena manfaat di masa depan serta mencari keuntungan untuk kalangan pribadi tanpa memikirkan konsekuensi bagi orang di sekitarnya. Sama sekali berbeda untuk berpendapat bahwa hutan memiliki nilai tersendiri, dan bahwa nilai ini harus diperhitungkan dalam setiap keputusan tentang penebangan hutan. Kasus illegal loging yang terjadi di Indonesia dapat dikatakan sebagai kebiasaan bagi para penebang liar yang hanya mementingkan kepentingan pribadi tanpa melihat dampak yang akan terjadi jika hutan tetap terus ditebang.

Dijelaskan bahwa dalam teologi ekologi yang mengarah pada etika ekologis yang memiliki nilai intrinsik. Ini bukan pandangan etis di mana segala sesuatu berpusat pada manusia. Juga bukan hanya sebagai pandangan alternative, yang akan melihat segala sesuatu berpusat pada makhluk hidup. Bahkan bukan sekadar pandangan yang akan melihat seluruh Bumi atau alam semesta sebagai pusat diskusi.

Sebaliknya, argument di sini adalah bahwa semua hal memiliki nilai dalam diri mereka sendiri karena hubungan antara makhluk dengan Allah. Hal yang perlu perlu kita ambil dalam posisi seperti ini ialah bahwa berhubungan dengan semua hal dengan cara yang sesuai dengan hubungan antara manusia dan Allah.

Dalam saling berhubungan dengan manusia dan Allah bisa memberikan makna dan nilai tersendiri bagi semua ciptaan yang ada diseluruh alam semesta. Segala sesuatu yang memiliki nilai dalam diri mereka adalah esensi dari Allah itu sendiri. Mereka adalah artikulasi yang diciptakan dari firman yang kekal. Ilmu pengetahuan telah menunjukan kepada kita bagaimana artikulasi ini terjadi. Manusia menjadi sangat sadar bahwa kerusakan yang terjadi pada ciptaan bukannlah suatu solusi untuk menciptakan keseimbangan melainkan jalan buntu  yang mengakibatkan banyak spesies yang berada di dalam hutan punah akibat ulah dari manusia itu sendiri.

Manusia dapat dipahami sebagai makhluk yang sadar diri bahwa manusia memiliki hubungan interpersonal dengan sang pencipta yang bertujuan untuk merawat ciptaan. Merawat ciptaan merupakan suatu penghormatan yang khusus dari Allah kepada manusia. Merawat ciptaan sama saja dengan merawat kehidupan bumi beserta isinya. Akan tetapi, Sebagian manusia masih belum menyadari betapa pentingnya penghormatan kepada sesama makhluk ciptaan. Manusia memiliki kedudukan tertinggi sebagai makhluk hidup yang berpusat pada akal budi. Secara etis, manusia masih sangat sulit untuk melaksanakan tindakan yang dianggap baik bagi lingkungan. Banyak manusia beranggapan bahwa alam harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk keberlangsungan hidup manusia. Di sini kita harus mencerna kata dari manfaat alam bagi manusia. Mungkin sebagian kecil masyarakat menggunakan alam untuk mencari kayu, mengambil air, bertani dan sebagainya. Tetapi, coba kita bandingkan dengan mereka yang memiliki haus akan ciptaan yang telah disediakan dan mengambil keuntungan melalui alam seperti membuat pertambangan di beberapa kota yang ada di Indonesia yang masih memiliki SDA dan SDM yang sangat melimpah.

Salah satu contoh kasus yang masih hangat saat ini  ialah Pro dan Contra Tambang dan Pabrik Semen di Manggarai Timur, Flores-NTT. Di sini secara jelas memunculkan suatu kontroversi ialah siapa yang dimanfaatkan atau siapa yang memanfaatkan. Apakah manusia dimanfaatkan Alam atau manusia memanfaatkan Alam. Secara garis besar bahwa jika memang ini semua sebagai bentuk untuk memajukan ekonomi secara bersama-sama baik dari masyarakat setempat maupun pengusaha setidaknya memiliki tujuan yang sama. Mungkin saja banyak warga menolak karena bisa mempengaruhi pertanian mereka atau mungkin saja pihak perusahaan malah membantu warga sekitar untuk mengganti kerugian jika mereka gagal panen. Sebenarnya yang paling penting ialah kesadaran dalam sanubari setiap insan manusia untuk bisa mempertanggung jawabkan apa yang mereka lakukan terhadap alam ciptaan. Dan secara tidak langsung saya menolak pertambangan dan pabrik semen di MATIM karena menurut saya sebagai suatu penolakan terhadap ekologi dan keberlangsungan makhluk hidup. Semoga tulisan bisa berguna dan memberi manfaat bagi kita semua. Sekian.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia: Membangun Jembatan Kasih Dalam Kesederhanaan di Tengah Keberagaman Bangsa

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bukan saja merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Katolik, tetapi juga menjadi contoh tentang bagaimana kesederhanaan dapat menjadi titik penyatuan di tengah keberagaman bangsa. Paus Fransiskus, yang terkenal akan gaya hidupnya yang sederhana dan dekat dengan rakyat, membawa pesan yang sangat tepat bagi masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya dan agama. Kesederhanaan beliau menjadi bukti yang jelas bagaimana hidup dengan rendah hati dapat mengatasi perbedaan dan memperkuat persatuan. Dalam setiap pertemuan dan dialognya dengan berbagai pemimpin agama di dunia, Paus Fransiskus selalu menunjukkan sikap rendah hati dan keterbukaan. Beliau tidak hanya berbicara tentang pentingnya kasih dan persaudaraan, tetapi juga mempraktikkannya dalam setiap langkahnya. Kesederhanaan dalam sikap dan tindakan Paus Fransiskus menjadi cerminan dari pesan Kristiani yang mendalam: bahwa kasih tidak membutuhkan kemewahan atau kekuasaan, melainkan ketulusan hati un

Media Komunikasi Sebagai Karya Kerasulan

Noldianto Marianus Lasterman Dalam perkembangan yang begitu pesat manusia  menciptakan berbagai media komunikasi yang semakin mempermudah orang-orang untuk mengakses segala kebutuhannya. Lalu apakah yang dimaksud dengan “komunikasi”? secara etimologis, komunikasi berasal dari kata Latin communicatio atau communis, yang berarti biasa atau berbagai . Perkembangan media komunikasi ini, gereja ikut serta cara mengaplikasikan media tersebut dalam bentuk pelayanannya. Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, membuat gereja memfasilitasi berbagai macam media komunikasi dalam pertumbuhan iman umat beriman. Syukur jika sekaligus juga dapat menjadi sarana pewartaan (evangelisasi) yang karena nilai-nilai Kristiani dan kemanusiaan yang dikandungnnya-menjangkau kalangan yang lebih luas lagi.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif. Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan

Ekaristi

Noldianto Marianus Lasterman “Ekaristi adalah suatu misteri iman, yang sungguh rangkuman dan ringkasa iman kita. iman Gereja pada hakekatnya aalah iman yang ekaristis dan secara istimewa dipupuk pada meja ekaristi. Iman dan sakramen adalah dua segi kehidupan Gerejawi yang saling melengkapi. Dibangkitkan oleh pemakluman Sabda Allah, iman dipupuk dan bertumbuh dalam perjumpaan penuh dengan Tuhan yang bangkit, yang terjadi dalam sakramen: iman diungkapkan dalam ritus, sementara ritus menguatkan dan menguduskan iman”. (Sacramentus Caritatis, No. 6)            Nama lain dari Ekaristi berasal dari kata Yunani untuk “ucapan syukur”. Istilah mengenangkan Perjamuan Malam Terakhir Kristus melalui konsekrasi roti dan anggur. Nama-nama lain untuk Ekaristi adalah perjamuan Tuhan, misa,  dan persekutuan kudus [1] . Sejauh dililhat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan Diri seutuhnya kepada manusia, kita mengetahui bahwa iman atau wahyu merupakan perjumpaan antara Allah dengan