Langsung ke konten utama

Bumi Adalah Kita

BUMI ADALAH KITA
(Noldianto Marianus Lasterman)

Dewasa sekarang ini sedang menghadapi bencana ekologis yang luar biasa seperti gempa bumi, longsor, banjir, tsunami, kebakaran hutan, polusi udara dan kerusakan alam lainnya. Saya secara pribadi sangat prihatin atas apa yang sementara terjadi di bumi kita ini, sebagai rumah dan tempat tinggal kita bagi generasi kita selanjutya. Kerusakan alam dan pemusnahan terhadap flora dan fauna dapat membawa dampak buruk bagi kehidupan manusia.


Dalam moral tradisional “actus humanus” ialah tindakan yang dapat dan harus dipertanggungjawabkan (imputabilitas), maka harus memenuhi persyaratan (meskipun tingkatnya bisa berbeda) tahu, mau, bebas, dan mampu[1]. Saya dan Anda harus mengerti tindakan apa yang harus mesti dilakukan dalam menjaga bumi kita. Kita jangan hanya mudah menyalahkan ini hukuman dari Tuhan atau ulah manusia. Itu semua salah, marilah kita coba menyalahkan diri kita sendiri apakah sudah sepatutnya kita berbuat seenaknya terhadap alam. Apakah ini balasan kita terhadap sang Pencipta yakni Allah sendiri yang menciptakan bumi dengan segala isinya. Allah pertama-tama menciptakan alam kemudian makhluk hidup dan makhluk hidup tertinggi ialah manusia, jadi tugas manusialah yang harus merawat dan menjaga bumi.


Krisis ekologi sekarang ini timbul akibat perilaku manusia juga menjadi perhatian bagi Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si. Kerusakan alam sudah menjadi nyata serta akibat yang akan kita alami. Bumi adalah rahim ibu dimana menjadi sumber kehidupan bagi kita. Saya semenjak di Taman Kanak-kanak diajarkan bagaimana caranya menjaga bumi dengan cara menanam pohon, menyiram tanaman, membuang sampah pada tempatnya dan masih banyak lagi. Sekarang ini telah menjadi trend yang namanya gerakan penghijaun atau Go Green di kalangan organisasi-organisasi baik dari pemerintah maupun masyarakat sendiri dan itu menjadi kebangaan bagi saya secara pribadi dan kita semua karena memiliki kesadaran dengan berbagai banyak aktivitas tentang merawat bumi baik itu lewat seminar-seminar dan sebagainya.


Yesus Kristus mengajarkan pula kepada kita tentang hukum cinta kasih yakni cinta kepada Allah dan cintailah sesamamu manusia seperti engkau mencintai Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, perasaanmu dan jiwaragamu. Maksud cintailah sesamamu berarti kita juga harus mencintai kepada alam ciptaan yang ada di sekitar kita seperti burung di udara, ikan di laut dan tumbuh-tumbuhan. Itu berarti saya dan Anda sama-sama diajak untuk bersikap simpatik terhadap bumi seperti kita mengasihi orang lain dan cara yang bisa kita praktekkan ialah dengan cara menjaga dan merawat rahim bumi kita.


Dalam pembukaan Dies Natalis ke-47 STF Driyarkara dengan mengadakan seminar dalam tema “Memelihara Bumi, Rahim Kehidupan Kita” saya mencatat beberapa pokok penting tentang ekologi pada saat itu dan kebetulan salah satu narasumbernya adalah seorang pastor SVD, bahwa iman kristiani didasarkan pada credo akan Allah Bapa pencipta langit dan bumi; Allah putera, penebus umat manusia dan semesta alam; Allah Roh Kudus, pemberi dan pembaharu hidup manusia. Ini bisa menjadi bahann refleksi bagi saya dan Anda, bahwa Tuhanlah yang menciptakan dan manusia yang kurang sadar merusak alam malah mendapat penebusan dari Tuhan sendiri, oleh karena itu manusia diberi kepercayaan kembali untuk merawat bumi dengan sebaik-baiknya. Hal ini juga berlaku buat kaum muda yang kebanyakan masih belum mengetahui bahwa pentingnya merawat dan menjaga bumi dimanapun kita berada. Selama saya menjalani masa TOR dan diberi tugas membina anak-anak sekami di Makassar (Stasi Antang) saya biasanya mengajak beberapa anak-anak untuk membersihkan ruangan yang selesai kami gunakan dengan cara mengangkat sampah-sampah, menggulung tikar, menyapu dan mengepel supaya ruangan yang habis digunakan dapat bersih kembali. Dari situlah saya mulai dari hal-hal kecil untuk cara merawat alam di manapun saya berada dan dari situ pula saya mendapat nilai moral bahwa bersih itu sehat bagi orang lain dan membawa kebanggaan bagi saya secara pribadi.


Kita juga sering mendengar gerakan-gerakan sosial yang peduli terhadap lingkungan hidup dan biasanya itu dilakukan oleh masing-masing kelurahan di setiap daerah dengan cara kerja bakti. Saya sering mengalami hal yang seperti itu sejak saya di seminari, pada saat itu kami para seminaris selalu diajak untuk membersihkan lingkungan di sekitar sekitar seminari mulai dari halaman sampai selokan-selokan yang ada di sekitar pemukiman warga. Begitu banyak sampah-sampah yang menghambat saluran pembuangan di selokan sehingga anak seminari langsung turun dan masuk ke gorong-gorong selokan untuk membersihkannya. Perasaan jijik dan bau bercampur aduk karena banyak juga tikus mati dan sampah busuk yang beberapa bulan tidak diangkat. Itu bukan menjadi penghalang bagi kami untuk membersihkan lingkungan kami karena kalau bukan kita yang merawat bumi lalu siapa lagi. Kita jangan sekali-kali berharap kepada orang lain seperti yang sudah saya katakan kita mulai dari diri kita sendiri untuk melakukan perawatan bumi.


Gaya hidup manusia sekarang ini sudah terbilang modern sehingga yang lain mudah dilupakan begitu saja contohnya terhadap alam. Ini juga menjadi tantangan bagi kita untuk memusatkan perhatian kita kepada orang lain dan lingkungan hidup. Salah satu caranya ialah bertanggung jawab. Sekarang ini gaya hidup terhadap lingkungan hidup dimulai dengan menggunakan kantong belanja dari rumah, mendaur ulang sampah menjadi tas, dompet dsb. Ini merupakan upaya yang ramah lingkungan untuk mengurangi perusakan terhadap lingkungan hidup dan juga bisa mengolah kreativitas kita sendiri. Ada juga beberapa pendidikan ekologis yang bisa berguna bagi kita dengan dipromosikan kepada keluarga, sahabat, media sosial, sekolah dan katekese tentang lingkungan hidup. Jika kita lakukan dengan efisien akan memberikan hasil yang baik pula untuk melahirkan generasi baru kita dalam menjaga dan merawa bumi kita yang kita cintai ini. Dengan demikian marilah kita bersama-sama merawat bumi kita sebagai buah rahim kehidupan kita sampai selamannya. Terima Kasih.
            ”Manusia dan Bumi Tidak Dapat Dipisahkan, Melainkan Biarlah Manusia dan Bumi Itu Menyatu Dengan Sendirinya”







[1]  Go, Piet. Teologi Moral Dasar. Malang:Penerbit Dioma. 2007. Hal 37

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia: Membangun Jembatan Kasih Dalam Kesederhanaan di Tengah Keberagaman Bangsa

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bukan saja merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Katolik, tetapi juga menjadi contoh tentang bagaimana kesederhanaan dapat menjadi titik penyatuan di tengah keberagaman bangsa. Paus Fransiskus, yang terkenal akan gaya hidupnya yang sederhana dan dekat dengan rakyat, membawa pesan yang sangat tepat bagi masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya dan agama. Kesederhanaan beliau menjadi bukti yang jelas bagaimana hidup dengan rendah hati dapat mengatasi perbedaan dan memperkuat persatuan. Dalam setiap pertemuan dan dialognya dengan berbagai pemimpin agama di dunia, Paus Fransiskus selalu menunjukkan sikap rendah hati dan keterbukaan. Beliau tidak hanya berbicara tentang pentingnya kasih dan persaudaraan, tetapi juga mempraktikkannya dalam setiap langkahnya. Kesederhanaan dalam sikap dan tindakan Paus Fransiskus menjadi cerminan dari pesan Kristiani yang mendalam: bahwa kasih tidak membutuhkan kemewahan atau kekuasaan, melainkan ketulusan hati un

Media Komunikasi Sebagai Karya Kerasulan

Noldianto Marianus Lasterman Dalam perkembangan yang begitu pesat manusia  menciptakan berbagai media komunikasi yang semakin mempermudah orang-orang untuk mengakses segala kebutuhannya. Lalu apakah yang dimaksud dengan “komunikasi”? secara etimologis, komunikasi berasal dari kata Latin communicatio atau communis, yang berarti biasa atau berbagai . Perkembangan media komunikasi ini, gereja ikut serta cara mengaplikasikan media tersebut dalam bentuk pelayanannya. Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, membuat gereja memfasilitasi berbagai macam media komunikasi dalam pertumbuhan iman umat beriman. Syukur jika sekaligus juga dapat menjadi sarana pewartaan (evangelisasi) yang karena nilai-nilai Kristiani dan kemanusiaan yang dikandungnnya-menjangkau kalangan yang lebih luas lagi.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif. Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan

Ekaristi

Noldianto Marianus Lasterman “Ekaristi adalah suatu misteri iman, yang sungguh rangkuman dan ringkasa iman kita. iman Gereja pada hakekatnya aalah iman yang ekaristis dan secara istimewa dipupuk pada meja ekaristi. Iman dan sakramen adalah dua segi kehidupan Gerejawi yang saling melengkapi. Dibangkitkan oleh pemakluman Sabda Allah, iman dipupuk dan bertumbuh dalam perjumpaan penuh dengan Tuhan yang bangkit, yang terjadi dalam sakramen: iman diungkapkan dalam ritus, sementara ritus menguatkan dan menguduskan iman”. (Sacramentus Caritatis, No. 6)            Nama lain dari Ekaristi berasal dari kata Yunani untuk “ucapan syukur”. Istilah mengenangkan Perjamuan Malam Terakhir Kristus melalui konsekrasi roti dan anggur. Nama-nama lain untuk Ekaristi adalah perjamuan Tuhan, misa,  dan persekutuan kudus [1] . Sejauh dililhat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan Diri seutuhnya kepada manusia, kita mengetahui bahwa iman atau wahyu merupakan perjumpaan antara Allah dengan