Langsung ke konten utama

MEMANUSIAKAN MANUSIA


MEMANUSIAKAN MANUSIA
 oleh: Noldianto Marianus Lasterman

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling agung dalam seluruh ciptaan makhluk hidup di bumi. Banyak hal yang bisa membuktikan bahwa manusia mempunyai banyak kelebihan untuk melakukan segala sesuatu dengan tujuan untuk merawat segala makhluk hidup yang ada di bumi. Nah, dalam tulisan ini saya akan memberi sedikit penjelasan bahwa manusia diciptakan bukan hanya merawat dan menjaga keutuhan makhluk hidup seperti tumbuhan,hewan, dan ciptaan lainnya. Manusia memiki kekhasan yang sangat identik untuk semakin eksis akan keberadaannya (eksistensial) yakni merawat dan menjaga keutuhannya sebagai manusia yang mampu memperhatikan manusia lainnya. Memanusiakan manusia mempunyai arti yang sangat tepat sebagai manusia yang tidak hanya hidup secara persona melainkan berkelompok. Dengan kata lain, manusia membutuhkan manusia yang lain untuk tetap terus menjaga dan merawat keutuhannya sebagai manusia. Hal itu bisa menjadikan manusia berpikir secara rasional, berbudaya dan berakal budi.

Konteks memanusiakan manusia selalu berpegang teguh pada nilai keadilan, kesetaraan, kesadaran serta persaudaraan. Empat nilai ini sangat penting dalam hidup berkelanjutan sebagai manusia dan telah melekat sejak manusia lahir. Banyak argumen mengenai konteks manusia dari beberapa ahli sehingga muncul berbagai paradoks yang tetap saja tidak dapat dipahami oleh siapapun. Mungkin banyak dari kita mengetahui seorang penulis yang bernama Mochtar Lubis. Dalam bukunya yang berjudul “Manusia Indonesia”. Mochtar Lubis dalam bukunya mengatakan bahwa Manusia Indonesia memiliki enam ciri adalah sebagai berikut:
  1. Munafik. Manusia memiliki tampilan yang berbeda saat berada didepan dan dibelakang (topeng, bermuka dua)
  2. Manusia segan dan enggan untuk melakukan tanggung jawabnya, mengambil keputusan dan bersosialisasi
  3. Jiwa Feodalistik. Manusia terkadang sangat haus akan kekuasaan dan gila hormat terhadap bawahannya.
  4. Percaya takhayul. Manusia memiliki budaya dan kepercayaan local yang sangat beragam sehingga wajar saja banyak masyarakat local yang masih mempercayai animis dan spiritis termasuk totemnisme (nyembah patung, batu dsb.) dan dinamisme. Tetapi ini tidak bisa dikatakan agama sesat.
  5. Artistic. Manusia sangat menyukai keindahan, keunikan dan keserasian.
  6. Watak yang lemah. Manusia sampai sekarang masih kurang dalam pendiriannya.

Keenam ciri-ciri menurut Mochtar Lubis semakin menguatkan argument saya bahwa manusia tidak bisa menggunakan sifat ego untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Dalam agama pun kita di ajarkan untuk saling membantu satu dengan yang lainnya untuk membuktikan ke akuannya sebagai manusia. Hukum cinta kasih terhadap sesama bisa mewujudkan hidup kita  menjadi lebih baik.

            Dalam ilmu logika, manusia adalah binatang yang berfikir yang mampu berkata-kata dan mampu mengutarakan pendapatnya. Manusia menyadari bahwa dirinya sangat berbeda dari binatang apa pun. Tetapi memahami siapa sebenarnya manusia itu bukan persoalan yang mudah. Ini terbukti dari pembahasan manusia tentang dirinya sendiri yang telah berlangsung demikian lama. Barangkali sejak manusia diberi kemampuan berpikir secara sistematik, pertanyaan tentang siapakah dirinya itu mulai timbul. Namun informasi tertulis tentang hal ini baru diketahui pada masa Para pemikir kuno Romawi yang konon dimulai dari Thales. Walau pada dasarnya fungsi tubuh dan fisiologis manusia tidak berbeda dengan hewan, namun hewan lebih mengandalkan fungsi-fungsi kebinatangannya, yaitu naluri, pola-pola tingkah laku yang khas, yang pada gilirannya fungsi kebinatangan juga ditentukan oleh struktur susunan alam bawah sadar. Semakin tinggi tingkat perkembangan binatang, semakin fleksibel pola-pola tindakannya dan semakin kurang lengkap penyesuaian struktural yang harus dilakukan pada saat lahirnya.

Pandangan Aristoteles seorang filosof besar Yunani mengemukakan bahwa manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal-pikirannya. Juga manusia adalah hewan yang berpolitik hewan yang membangun masyarakat dalam pengelompokkan yang impersonal dari pada kampung dan negara. Manusia berpolitik dan berkoloni karena ia mempunyai bahasa yang memungkinkan ia berkomunikasi dengan yang lain. Dan didalam masyarakat manusia mengenal adanya keadilan dan tata tertib yang harus dipatuhi. Ini berbeda dengan binatang yang tidak pernah berusaha memikirkan suatu keadilan.

Dengan demikian, saya menyimpulkan bahwa memanusiakan manusia harus memiliki kesadaran, keadilan, kesetaraan serta persaudaraan yang wajib di junjung tinggi sebagai manusia yang berpikir dan berperasaan. 3 tokoh dari pandangan yang berbeda menguatkan bahwa manusia wajib mampu mempertahankan kehidupan sosial dan bertenggang rasa terhadap sesama. Dengan kata lain, saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Semoga tulisan singkat ini bisa bermanfaat bagi para pembaca yang budiman. Terima kasih. Salam Memanusiakan Manusia.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia: Membangun Jembatan Kasih Dalam Kesederhanaan di Tengah Keberagaman Bangsa

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bukan saja merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Katolik, tetapi juga menjadi contoh tentang bagaimana kesederhanaan dapat menjadi titik penyatuan di tengah keberagaman bangsa. Paus Fransiskus, yang terkenal akan gaya hidupnya yang sederhana dan dekat dengan rakyat, membawa pesan yang sangat tepat bagi masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya dan agama. Kesederhanaan beliau menjadi bukti yang jelas bagaimana hidup dengan rendah hati dapat mengatasi perbedaan dan memperkuat persatuan. Dalam setiap pertemuan dan dialognya dengan berbagai pemimpin agama di dunia, Paus Fransiskus selalu menunjukkan sikap rendah hati dan keterbukaan. Beliau tidak hanya berbicara tentang pentingnya kasih dan persaudaraan, tetapi juga mempraktikkannya dalam setiap langkahnya. Kesederhanaan dalam sikap dan tindakan Paus Fransiskus menjadi cerminan dari pesan Kristiani yang mendalam: bahwa kasih tidak membutuhkan kemewahan atau kekuasaan, melainkan ketulusan hati un

Media Komunikasi Sebagai Karya Kerasulan

Noldianto Marianus Lasterman Dalam perkembangan yang begitu pesat manusia  menciptakan berbagai media komunikasi yang semakin mempermudah orang-orang untuk mengakses segala kebutuhannya. Lalu apakah yang dimaksud dengan “komunikasi”? secara etimologis, komunikasi berasal dari kata Latin communicatio atau communis, yang berarti biasa atau berbagai . Perkembangan media komunikasi ini, gereja ikut serta cara mengaplikasikan media tersebut dalam bentuk pelayanannya. Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, membuat gereja memfasilitasi berbagai macam media komunikasi dalam pertumbuhan iman umat beriman. Syukur jika sekaligus juga dapat menjadi sarana pewartaan (evangelisasi) yang karena nilai-nilai Kristiani dan kemanusiaan yang dikandungnnya-menjangkau kalangan yang lebih luas lagi.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif. Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan

Ekaristi

Noldianto Marianus Lasterman “Ekaristi adalah suatu misteri iman, yang sungguh rangkuman dan ringkasa iman kita. iman Gereja pada hakekatnya aalah iman yang ekaristis dan secara istimewa dipupuk pada meja ekaristi. Iman dan sakramen adalah dua segi kehidupan Gerejawi yang saling melengkapi. Dibangkitkan oleh pemakluman Sabda Allah, iman dipupuk dan bertumbuh dalam perjumpaan penuh dengan Tuhan yang bangkit, yang terjadi dalam sakramen: iman diungkapkan dalam ritus, sementara ritus menguatkan dan menguduskan iman”. (Sacramentus Caritatis, No. 6)            Nama lain dari Ekaristi berasal dari kata Yunani untuk “ucapan syukur”. Istilah mengenangkan Perjamuan Malam Terakhir Kristus melalui konsekrasi roti dan anggur. Nama-nama lain untuk Ekaristi adalah perjamuan Tuhan, misa,  dan persekutuan kudus [1] . Sejauh dililhat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan Diri seutuhnya kepada manusia, kita mengetahui bahwa iman atau wahyu merupakan perjumpaan antara Allah dengan