Langsung ke konten utama

MORALITAS DALAM KEBANGSAAN

 



Noldianto Marianus Lasterman

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu menjadi teladan dan contoh bagi negara-negara lain tentang hidup kebersamaan dan toleransi yang sangat tinggi. Indonesia juga dikenal sebagai negara yang mencintai keberagaman karena Indonesia sebagai negara budaya selalu mengutamakan moralitas terhadap sesama. Akan tetapi, pertanyaan untuk para budiman yang membaca tulisan saya ini : Apakah moralitas itu tetap exist di negara ini?


Manusia pada umumnya memiliki harapan untuk mewujudkan cita-cita yang dia miliki. Sama dengan bangsa Indonesia memiliki harapan yang sangat besar untuk melanjutkan cita-cita dari presiden RI pertama kita, Ir.Soekarno. Ir.Soekarno memiliki harapan yang sangat besar untuk dapat menjadikan bangsa Indonesia sebagai negara yang dapat memberikan martabat moral kepada seluruh rakyat Indonesia dibalik keberagaman yang ada. Dan beliau sendiri secara eksplisit pernah menegaskan bahwa nasib bangsa Indonesia berada dalam naungan para kaum muda yang bukan hanya memiliki pengetahuan yang tinggi tetapi moral serta tindakan yang tinggi dan mesti harus dijalani sesuai dengan asas-asas yang dianutnya. Moralitas muncul dari bentuk keteraturan yang disepakati dalam diri sendiri dan mampu untuk mengarahkan dirinya mengatur mana yang baik dan jahat. Apakah kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia sudah menjalani moralitas dalam kehidupan kita? Beragam cara yang orang lain bisa perbuat dalam menunjukkan keberadaannya melalui tindakan yang secara moral dipandang baik oleh diri sendiri dan juga banyak orang. Salah satu contoh yang perlu kita ketahui seperti tokoh kemanusiaan yang memperjuangkan moralitas dalam kehidupan masyarakat yaitu Romo Mangunwijaya. Romo Mangun sapaan akrabnya yang dikenal sebagai pejuang moral dan kemanusiaan rela berkorban untuk masyarakat dalam mempertahankan moralitas masyarakatnya pada saat penjajahan Belanda dari perbudakan, kelaparan, dan kematian. Romo Mangun menjadi tiang utama bagi perjuangan masyarakat Yogyakarta pada saat itu. Segala hak dan kewajiban mereka dirampas secara tidak manusiawi akibat dari ketamakan, keserakahan, dan kekuasaan yang secara langsung musnah bahkan mati dari kata moralitas.


Nilai moralitas kebangsaan kita di negeri ini sepertinya sudah agak melenceng dari kata keberagaman karena banyak sekali bentuk-bentuk pelanggaran moralitas yang tanpa kita sadari dan tanpa kita ketahui sudah melakukannya. Adapun moralitas saya bagi menjadi dua yakni moralitas secara intrinsik dan moralitas secara ekstrinsik.


1.  Pertama, moralitas secara intrinsik dilakukan dengan memandang perbuatan menurut hakikatnya itu bebas dari setiap bentuk hukum yang dinilai positif. Moralitas kita ketahui secara umum memiliki arti dari sebuah kebiasaan. Kebiasaan dalam nilai intrinsik itu dikenal sebagai kebebasan berdasarkan norma-norma yang berlaku secara hukum. Misalnya kita memberikan silabus pengajaran atau aturan di dalam kelas kepada anak didik dan mereka wajib mengikuti aturan yang berlaku di dalamnya seperti mengerjakan tugas, mengikuti ujian, tidak boleh main HP, dsb. Dari contoh tersebut, kita dapat melihat bahwa setiap guru atau pendidik memiliki aturan yang dibuatnya sebagai penunjang pembentukan moral untuk anak didik tanpa terlepas dari hak dan kewajiban mereka untuk mendapatkan nilai yang bagus,memberikan pendapat, dsb.



2.  Kedua, moralitas secara ekstrinsik dilakukan dengan memandang suatu perbuatan benar atau salah, baik atau buruk  yang bergantung dengan perintah atau larangan yang berlaku dari pemerintah sebagai hukum yang dinilai positif. Misalnya aturan yang berlaku di tengah pandemi COVID-19 bahwa setiap orang wajib menggunakan masker di dalam ruangan maupun di luar ruangan untuk mencegah penularan COVID-19. Dalam kasus COVID-19 pemerintah melakukan PPKM sebagai patokan untuk mencegah penularan COVID sehingga masyarakat tidak melanggar kebijakan tersebut dan jika ada  pelanggaran maka akan dihukum sesuai aturan yang berlaku. Dalam kasus ini peran benar dan salah dalam moralitas dianggap sebagai sikap yang baik karena kita sadar bahwa COVID-19 itu berbahaya bagi orang lain dan bisa saja itu dianggap salah karena membatasi manusia dalam berinteraksi secara leluasa. Akan tetapi jika kita menyadari bahwa manusia itu memiliki determinisme kebebasan (natural) yang meganggap bahwa semua tindakan dan keputusan yang ada telah terdeteminisme oleh hukum yang berlaku dalam alam semesta. Artinya kesadaran manusia sangat ditentukan oleh suara hati dari kesadaran untuk mengarahkan kita pada moralitas kehidupan.


Permasalahan moralitas yang terjadi di bangsa ini tentu harus memiliki patokan yang benar dan baik supaya kita diarahkan untuk lebih bersifat manusiawi lagi. Manusia secara umum memiliki nilai pribadi dan nilai persona tidak ada tempat dalam kebebasan manusia untuk menunjukkan eksistensi akan moralitas kebangsaan ini. Oleh karenanya, tidak setiap manusia mampu menciptakan moralitas yang seutuhnya. Moralitas dalam konteks Indonesia dapat mencapai moralitas seutuhnya jika terdapat nilai kesadaran dan kemauan (willing) bebas untuk bermoral tanpa harus terlepas dari norma-norma yang berlaku didalamnya.


Moralitas merupakan jawaban dari setiap pertanyaan yang bisa diungkapkan dalam nilai-nilai kodrati manusia sehingga mampu membedakan mana yang baik dan buruk, benar atau salah untuk suatu perbuatan yang dapat dijadikan patokan bangsa ini sebagai kebiasaan yang selalu exist dalam negara dan masyarakat sebagai asal dan sumber dari sebuah moralitas yang selalu melekat dalam setiap individu masing-masing orang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia: Membangun Jembatan Kasih Dalam Kesederhanaan di Tengah Keberagaman Bangsa

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bukan saja merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Katolik, tetapi juga menjadi contoh tentang bagaimana kesederhanaan dapat menjadi titik penyatuan di tengah keberagaman bangsa. Paus Fransiskus, yang terkenal akan gaya hidupnya yang sederhana dan dekat dengan rakyat, membawa pesan yang sangat tepat bagi masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya dan agama. Kesederhanaan beliau menjadi bukti yang jelas bagaimana hidup dengan rendah hati dapat mengatasi perbedaan dan memperkuat persatuan. Dalam setiap pertemuan dan dialognya dengan berbagai pemimpin agama di dunia, Paus Fransiskus selalu menunjukkan sikap rendah hati dan keterbukaan. Beliau tidak hanya berbicara tentang pentingnya kasih dan persaudaraan, tetapi juga mempraktikkannya dalam setiap langkahnya. Kesederhanaan dalam sikap dan tindakan Paus Fransiskus menjadi cerminan dari pesan Kristiani yang mendalam: bahwa kasih tidak membutuhkan kemewahan atau kekuasaan, melainkan ketulusan hati un

Media Komunikasi Sebagai Karya Kerasulan

Noldianto Marianus Lasterman Dalam perkembangan yang begitu pesat manusia  menciptakan berbagai media komunikasi yang semakin mempermudah orang-orang untuk mengakses segala kebutuhannya. Lalu apakah yang dimaksud dengan “komunikasi”? secara etimologis, komunikasi berasal dari kata Latin communicatio atau communis, yang berarti biasa atau berbagai . Perkembangan media komunikasi ini, gereja ikut serta cara mengaplikasikan media tersebut dalam bentuk pelayanannya. Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, membuat gereja memfasilitasi berbagai macam media komunikasi dalam pertumbuhan iman umat beriman. Syukur jika sekaligus juga dapat menjadi sarana pewartaan (evangelisasi) yang karena nilai-nilai Kristiani dan kemanusiaan yang dikandungnnya-menjangkau kalangan yang lebih luas lagi.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif. Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan

Ekaristi

Noldianto Marianus Lasterman “Ekaristi adalah suatu misteri iman, yang sungguh rangkuman dan ringkasa iman kita. iman Gereja pada hakekatnya aalah iman yang ekaristis dan secara istimewa dipupuk pada meja ekaristi. Iman dan sakramen adalah dua segi kehidupan Gerejawi yang saling melengkapi. Dibangkitkan oleh pemakluman Sabda Allah, iman dipupuk dan bertumbuh dalam perjumpaan penuh dengan Tuhan yang bangkit, yang terjadi dalam sakramen: iman diungkapkan dalam ritus, sementara ritus menguatkan dan menguduskan iman”. (Sacramentus Caritatis, No. 6)            Nama lain dari Ekaristi berasal dari kata Yunani untuk “ucapan syukur”. Istilah mengenangkan Perjamuan Malam Terakhir Kristus melalui konsekrasi roti dan anggur. Nama-nama lain untuk Ekaristi adalah perjamuan Tuhan, misa,  dan persekutuan kudus [1] . Sejauh dililhat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan Diri seutuhnya kepada manusia, kita mengetahui bahwa iman atau wahyu merupakan perjumpaan antara Allah dengan