Noldianto
Marianus Lasterman[1]
Latar
Belakang
Dunia
pendidikan menjadi ranah untuk
memperoleh pengetahuan, pembentukan karakter, bersikap kritis,
mencerahkan akal budi dan sebagainya. Pendidikan memposisikan dirinya sebagai
nilai yang utama dalam keberlangsungan hidup manusia sehingga, dapat mencapai
nilai kebijaksanaan yang dimana mampu bertarung dengan keegoisan yang terjadi
di zaman sekarang ini. Cenderung kita dapat memahami bahwa pendidikan hanya
sebatas lapisan kedua di luar dari diri manusia tetapi pada nyatanya pendidikan
adalah roh untuk membentuk suatu lapisan yang dapat menjadikan manusia tertolong
untuk mencapai arah kebijaksanaan. Hal yang menarik dalam pendidikan adalah
sebuah sarana untuk mampu mengembangkan sumber daya yang hadir dalam dirinya
bahkan juga diluar dari dirinya yakni manusia itu sendiri.
Pernyataan
Rousseau yang paling ringkas tentang tujuannya ditemukan di awal pekerjaannya.
Setelah mengidentifikasi jenis pendidikan yang akan ia jelajahi –
"pendidikan domestik atau pendidikan alam" – ia bertanya,
"Tetapi akan menjadi apa seorang manusia yang dibesarkan secara unik untuk
dirinya sendiri bagi orang lain?[2].
Pertanyaan dari Rousseau sendiri dalam bukunya yang berjudul Emile or on
Education (Buku ke-5) merupakan sebuah pertanyaan refleksi bagi para
pembaca bahwa semua manusia itu terlahir secara unik dan berhak menjadi sarana
kontribusi untuk sesama melalui pendidikan. Fungsionalnya sebagai murid seperti
pernyataan yang Rousseau katakan bahwa seorang Emile, akan menjadi pria yang
dibesarkan secara unik untuk dirinya sendiri; yaitu, tanpa tunduk pada otoritas
apa pun di luar dari dirinya dan tanpa prasangka apa pun yang ditanamkan oleh
orang lain. Masalahnya, adalah untuk menentukan hubungan antara apa yang secara
alami baik untuk diri sendiri sebagai makhluk independen dan menuntun keadilan
dalam hubungannya dengan orang lain. [3]
Hubungan antara keadilan dengan orang lain sebagai makhluk independent dalam mengarakan
kita kepada kebijaksanaan yang bisa menuntun kita secara alami di luar dari diri
kita.
Sudut pandang dari Rousseau bahwa politik dan pendidikan sangat terkait: ia memberi pendidikan tugas untuk mengubah keegoisan yang mencintai diri sendiri secara alami yang hanya dianimasikan oleh "kehendak khusus" mereka sendiri menjadi warga negara yang mencintai dengan "kehendak umum" masyarakat ("kehendak umum adalah kehendak yang dimiliki seseorang").[4] Artinya bahwa bukan hanya kehendak umum yang hanya bersifat alamiah tetapi juga sesuatu hal yang perlu kita bangun untuk mencapai suatu kebijaksanaan dalam dunia pendidikan. Dengan kata lain bahwa melalui pendidikan, seorang pelajar dapat kembali pada kondisi yang alamiah yaitu kebebasan. Kebebasan juga tidak dapat bebas begitu saja tanpa adanya kehendak. Dalam teori Rousseau ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk bisa memahami lebih lanjut tentang “Pendidikan Menuju Kebijksanaan Menurut Jean – Jacques Rousseau” secara lebih terbuka dan dapat semakin mengetahui tentang peranan filsafat yang lebih bersifat alamiah untuk menuju kebijaksanaan yang sejati.
Isi
1. Biografi Jean – Jacques Rousseau
Jean
Jacques Rousseau (28 Juni 1712 – 2 Juli 1778) adalah seorang tokoh filosofi
besar, penulis, dan komposer pada abad pencerahan. Pemikiran filosofinya
memengaruhi revolusi Prancis, perkembangan politika modern dan dasar pemikiran
edukasi. Karya novelnya, Emile, atau On Education yang dinilai merupakan
karyanya yang terpenting, adalah tulisan kunci pada pokok pendidikan
kewarganegaraan yang seutuhnya. Julie, ou la nouvelle Héloïse, novel
sentimental tulisannya adalah karya penting yang mendorong pengembangan era
pre-romanticism dan romanticism di bidang tulisan fiksi. Karya autobiografi
Rousseau adalah: 'Confession', yang menginisiasi bentuk tulisan autobiografi
modern, dan Reveries of a Solitary Walker (seiring dengan karya Lessing and
Goethe in German dan Richardson and Sterne in English), adalah contoh utama
gerakan akhir abad ke 18 "Age of Sensibility", yang memfokuskan pada
masalah subjektivitas dan introspeksi yang mengkarakterisasi era modern.
Rousseau juga menulis dua drama dan dua opera, serta menyumbangkan kontribusi
penting di bidang musik sebagai teorist. Pada periode revolusi Prancis, Rousseau
adalah filsafat terpopuler di antara anggota Jacobin Club. Dia dimasukkan
sebagai pahlawan nasional di Panthéon Paris, pada tahun 1794, enam belas tahun
setelah kematiannya.[1]
Berbagai
macam karya yang dibuat oleh Rousseau sendiri telah menyumbangkan kontribusi
yang penting dalam segala gagasannya terlebih khusus dalam pendidikan. Melalui
gagasannya bahwa pendidikan memiliki sifat alamiah yang memiliki kebebasan
untuk bisa menciptakan suatu nilai peranan yang baik dalam mencerahkan hidup
manusia seperti dalam hal berpikir dan bertindak. Tanpa terlepas dari peranan gagasan
Rousseau, peranan religius juga sangat penting dalam pendidikan, guna membentuk
kepribadian bermoral yang baik untuk menciptakan kebijaksanaan sebagai
keutamaan yang sejati. Ajaran agama yang berisikan kepercayaan dan nilai-nilai
kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan pendidikan, materi
pendidikan, metode, bahkan sampai pada jenis-jenis pendidikan.[2]
Pemikiran Rousseau tentang pendidikan bukan hanya bersifat artifisial tetapi juga secara alamiah oleh karena itu, pendidikan bukan hanya dipaksa untuk mampu berpikir secara pragmatis tetapi juga pendidikan menjadi sebuah kemampuan berpikir yang dapat muncul dari situasi atau kedaan sekitar. Dengan kata lain, pengalaman dijadikan sebagai guru terbaik untuk mengetahui, memahami, dan merefleksikan pengetahuan alami untuk lebih membentuk atau mengasah akal budi dan nati nurani setiap orang. Akan tetapi, ada satu hal yang perlu diwaspadai bahwa pendidikan yang bersifat alamiah bisa saja dapat menciptakan keegoisan seseorang tanpa memikirkan orang yang berada disekitarnya. Dan hal ini, perlu menjadi perhatian khusus bahwa pendidikan tidak selamanya dipandang sebagai kebaikan jika kita tidak memahami pendidikan secara penuh arti dan makna dari pendidikan sesungguhnya dalam kehidupan setiap individu. Dengan ini saya maksudkan bahwa Rousseau adalah sumber tradisi yang menggantikan kebajikan dan kejahatan sebagai penyebab seseorang menjadi baik atau buruk, bahagia atau sengsara, dengan orang lain sehingga menunjukkan bahwa setiap individu diberi kesempatan untuk mengubah kebiasaan hidupnya menjadi lebih baik lagi.
2. Filsafat Pendidikan
Sekarang
kita merujuk pada pembahasan mengenai “apa itu filsafat?” dan “mengapa
pentingnya peran filsafat di dalam dunia pendidikan zaman sekarang ini?”
Filsafat
secara umum berarti cinta akan kebijaksanaan (Philien=cinta dan
Sophia=kebijaksanaan). Dalam filsafat itu sendiri selalu diajarkan tentang cara
mencari kebenaran baik di dalam dirinya maupun di luar dari dirinya. Kebenaran
yang dicari itu disebut sebagai pencerahan menuju kebijaksanaan. Filsafat
menjadi sarana mengetahui masalah sesuai dengan kemampuan berpikir,
menganalisis setiap masalah, menilai baik dan buruknya, hingga pada akhir dari menyimpulkan
masalah sesuai dengan ratio dalam berpikir kritis secara mendalam. Dari masalah
yang dianalisa bisa mempergunakan ide dan akal budi sampai pada hakikatnya. Hal
ini menunjukkan kepada para pembaca bahwa ada 3 karakteristik dalam berpikir
filsafat. Pertama, secara menyeluruh. Karateristik ini menghubungkan dari segala aspek yang memiliki
keterkaitan dengan kasus-kasus yang terjadi. Kedua, sifat mendasar.
Berpikir yang bercirikan mendasar adalah proses berpikir yang tidak serta-merta
menerima sesuatu benar, melainkan harus berpikir suatu masalah sampai pada
masalahnya yang paling mendasar. Bertanya dan terus bertanya tentang sesuatu
yang dipikirkan. Ketiga, sifat spekulatif. Dalam berpikir banyak
kemungkinan-kemungkinan yang berpeluang benar adanya. Namun kita menetapkan
sebuah pemikiran yang memiliki kemungkinan benar yang lebih besar.[1]
Ketiga karakteristik ini memiliki peran yang sangat berpengaruh dalam berpikir
dan bertindak entah itu secara mendasar ataupun mendalam tentang suatu
kebenaran. Kebenaran juga bukan hanya sekedar berbicara sebatas teori tetapi
juga pembuktian sehingga tidak mengarah pada sesat pikir. Filsafat hadir dalam
dunia pendidikan supaya kita mampu, sadar, dan bertanggung jawab dalam
menghadapi tantangan zaman yang terjadi sekarang ini. Di sini filsafat sangat
memiliki kontribusi yang bukan hanya bersifat artifisial tetapi alamiah (back
to nature).
Filsafat
pendidikan adalah aktivitas berpikir yang mengatur, menyelaraskan dan memadukan
proses pendidikan.[2]
Pendidikan datang kepada kita yang berasal dari alam atau dari manusia atau
dari benda-benda. Perkembangan daya pikir manusia termasuk organ kita berasal
dari pendidikan alam. Penggunaan yang diajarkan kepada kita untuk memanfaatkan
perkembangan ini adalah pendidikan menuju pada aspek-aspek kehidupan manusia.
Dan apa yang kita peroleh dari pengalaman kita sendiri tentang objek-objek yang
mempengaruhi kita bertujuan untuk menyusun sistem pengetahuan yang rasional. Ilmu
pengetahuan dalam perkembangannya mampu membuat domain keilmuannya
masing-masing. Filsafat telah mengantarkan lahirnya konfigurasi yang
menggambarkan bagaimana tumbuhnya cabang-cabang ilmu pengetahuan dalam dinamika
keilmuan. Pendidikan juga memiliki peran
dari segi filosofis yang berbeda. Pendidikan, seperti halnya filsafat juga
berkaitan dengan kehidupan manusia. Asumsi filosofis tentang sifat realitas,
sifat kemanusiaan merupakan titik tolak perumusan yang merupakan bagian
kehidupan manusia dan sangat dipengaruhi oleh filsafat.
Seperti pertanyaan
saya di atas jika kita bertanya tentang pendidikan, mengapa filsafat berperan penting
dalam pendidikan saat ini? Tentu saja, jawabannya terkait dengan dunia yang
hingga saat ini masih meyakini pendidikan adalah kebutuhan pokok yang utama
dalam eksistensi manusia. Di lembaga-lembaga pendidikan inilah cara hidup
ditentukan oleh filosofi dan pemahaman serta latihan yang diperlukan untuk
menjalani kehidupan yang dikembangkan, diajarkan, dan dialami. Pendapat yang
berbeda tentang apa yang terdiri dari pengetahuan memunculkan aliran filsafat
yang berbeda dan pada gilirannya konsepsi pendidikan juga berbeda, meskipun
didasarkan pada korelasi kebahagiaan abadi terjadi melalui refleksi diri dan
pertimbangan yang rasional. Secara filosofis pendidikan senantiasa mengalami
perkembangan. Pembangunan pendidikan bertumpu pada cita-cita dan cita-cita
falsafah serta pandangan hidup sehingga menjadi realitas yang terlembaga dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep falsafah pendidikan yang dirumuskan merupakan dasar
pemikiran, perasaan, dan perilaku dalam bermasyarakat dan berbangsa. Dalam
konteks ini, proses pendidikan dilaksanakan secara berkelanjutan dan sepanjang
hidup sehingga dapat tercerahkan oleh kebijaksanaan.
3. Pendidikan
‘BACK TO NATURE’
Pada
masanya Rousseau berjuang pada beragam bidang.
Karya-karyanya mulai dari social
contract,Emile dan lian-lain. Karya-karya ini selanjutnya
menjadi pemantik awal terjadinya Revolusi Perancis (Darmawan,2016). Meskipun
pengaruh karyanya mampu mempengaruhi Revolusi Perancis, namun Rousseau juga
tidak kalah lebih dikenal sebagai tokoh filsafat Pendidikan. Sebagai salah satu
tokoh filsuf Pendidikan Rousseau tentunya melahirkan karya tetang Pendidikan. Buah pemikiran Rousseau tentang Pendidikan terbanyak ditulis pada buku berjudul Emile. Dari buku ini, Rosseau berupaya meyadarkan tentang pentingnya perhatian pada perkembangan
anak untuk pendidikan, serta anak sebagai pusat pendidikan. Selain itu, pemikiran
Rousseau tentang pendidikan. Emile
merupakan karya yang berisi pemikiran-pemikiran Rousseau tentang pendidikan.
Pemikiran-pemikiran pendidikan ideal menurut Rousseau tertuang di dalam karya
buku ini. Emile terdiri dari 5 buku. Buku Emile ini merupakan karya
tentang Pendidikan yang dinilai berpengaruh signfikan setelah karya Plato Republic. Sejauh ini para moralis dan pemikir politik
mengakui pencapaian Roussau
dengan pencapainnya yang berbeda (Wokler, 2001). Emile cukup memberi pengaruh pada
masa prarevolusi Perancis. Ketika karya ini terbit berhasil
mengguncang pemerintahan yang
berkuasa di Perancis, tempat dimana karya ini
diterbitkan. Pemikiran Rousseau yang melawan arus pada masa itu, menjadikan
karya ini sangat bepegaruh. Di Paris, karya Rosseau kontrak social dan Emile
dilarang oleh pemerintah, sementara di Jenewa dibakar (Wokler, 2001). Oleh karena
itu, ia dikenal juga
sebagai pemikir negatif. Pemikirannya menjadi sebuah paradoks bahkan
kontadiksi dimana banyak menentang
kemajuan yang pada zamannya. Buah
pikir berupa Emile
berupaya membentuk anak
menjadi manusia alami. Anak-anak
dijauhkan dari budaya, sebab budaya dinilai memengaruhi diri manusia. Dengan
adanya budaya manusia
tidak murni lagi.
Sebagai
makhluk Tuhan, manusia pada dasarnya alami dan baik, namun dengan budaya
tidak baik lagi. Dalam Emile tertuliskan, ‘God makes all things good; man
meddles with them and they become evil’ semua dalam keadaan baik dari tanganTuhan, tetapi menjadi buruk di
tangan manusia (Anwar, 2015; Rousseau, 2019). Oleh karena itu, Rosseau dengan
pemikirannya ini dikenal sebagai tokoh pendidikan yang lebih mengutamakan bahwa
pendidikan kembali ke alam. Hal ini berarti, bahwa pendidikan kembali ke alam,
dimana para pelajar perlu dibina dan diajarkan dengan baik untuk kembali sesuai
kodratnya. Menjadi manusia yang baik dan penuh kasih sehingga anak-anak bisa mengetahui
eksistensinya untuk menjadi manusia mencintai kebijaksanaan dalam kehidupan
sehari-hari. Pendidikan harus dilakukan
secara berhati-hati, sesuai
dengan perkembangan, kemauan anak, dan anak sebagai pusat pendidikan.
Anak juga harus dijauhkan dengan budaya
untuk dapat “back
to nature”. Pendidik
cukup mendampingi anak untuk terus berkembang sesuai kodrat alamiahnya,
dan menjaga dari pengaruh buruk dari kebiasaan-kebiasaan yang ada disekitarnya.
Dia ingin
menekankan pentingnya otoritas seorang pendidik dan setiap individu dipandang
sebagai pribadi yang bebas dan memiliki otonomi pribadi. Ketika manusia sudah kembali
ke alam, ia akan memiliki kualitas yang sesuai dengan kehendak umum. Rousseau
menyatakan bahwa ada tahap-tahap yang tidak bisa dilompati dalam pendidikan
seorang manusia. Rousseau menekankan pentingnya menunggu hingga anak-anak
mencapai kedewasaan supaya bisa secara perlahan mengarahkan dirinya pada
kebijaksanaan. Filsafat pendidikan Rousseau juga bisa dinamakan sebagai suatu pembiaran
sebab, akan menjadi akhir dari proses pendidikan. Mungkin itulah alasannya
menitipkan semua anaknya di panti asuhan semasa hidupnya dalam bukunya “Emile or on Education” supaya mereka mampu membijaksanakan dirinya dari kemandirian
mereka sendiri secara alami.
Kesimpulan
Memahami pemikiran Rousseau bukanlah hal yang mudah karena kita dihadapkan pada sebuah paradigma yang krusial dimana pendidikan dihadapkan pada back to nature. Jean Jacques Rousseau merupakan tokoh besar dalam filsafat. Selama hidupnya pemikiran-pemikiran Rousseau mampu memberikan dampak yang positif di daerahnya semasa hidupnya. Karena pemikirannya tokoh ini juga masuk dalam tokoh yang berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di eranya. Pemikiran Rousseau lebih dari satu bidang, namun dalam bidang pendidikan dikenal sebagai filsafat pendidikan. Pemikirannya khusus pendidikan terdapat pada karyanya yang berjudul Emile. Pendapat Rousseau pendidikan kembali ke kebaikan alam “back to nature”. Artinya pendidikan kembali pada kodrat alam manusia, dimana anak adalah subyek pendidikan yang terus tumbuh sesuai usianya. Pendidikan juga perlu mengisolasi dari budaya yang dapat merusak. Sebab, pada kodratnya di tangan Tuhan manusia itu semunaya baik, tetapi tidak semua manusia bisa menjadikan pendidikan itu sebagai kebaikan dan bisa saja mengakibatkan munculnya ketidakbenaran yang ada. Banyak hal yang bisa pelajari dari pemikirannya bahwa kehendak bebas manusia juga tidak akan pernah terlepas dari alam karena alamlah sebagai fondasi untuk mempelajari tentang nilai-nilai kehidupan dan menemukan kebenaran sehingga memperoleh pencerahan yang merujuk pada kebijaksanaan. Oleh sebab itu, pendidikan dalam pemikiran Rousseau memiliki tiga point yang penting meliputi perkembangan anak, manipulasi lingkungan untuk kegiatan belajar anak, dan individualisasi. Bahkan juga beberapa pemikiran Rousseau masih memiliki relevansi dengan pendidikan di zaman sekarang ini. Di Indonesia sendiri, pendidikan yang memiliki relevansi, misalnya konsep peran guru yang tidak mendominasi. Pendidikan berpusat pada anak, dan mempertimbangkan masa perkembangan anak. Dengan demikian, mempelajari pemikiran-pemikiran filsafat pendidikan dapat memberi pengalaman sebagai referensi seorang pendidik dalam pengembangan pendidikan di Indonesia.
Saya
ucapkan mohon maaf bila ada kekurangan dalam penulisan saya ini. Terima kasih
dan selamat berefleksi. Salam Pendidikan! Salam Kebijaksanaan!
Daftar
Pustaka :
· Allan
Bloom, Christopher Kelly. Emile, Or, On Education : Jean-Jacques Rousseau.
Dartmouth College Press:2010.
· Randall
R. Curren. A Companion to the Philosophy of Education. Blackwell, Malden,
MA:2003.
· Jean-Jacques
Rousseau - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. “Jean-Jacques
Rousseau”.
· Jusrin
Efendi Pohan. Filsafat Pendidikan. Rajawali Pers:2019. Jakarta
[1] Jusrin Efendi
Pohan. Filsafat Pendidikan. Rajawali Pers:2019. Jakarta. 4-5
[2] Jusrin Efendi
Pohan. Filsafat Pendidikan. Rajawali Pers:2019. Jakarta. 25
[1] Jean-Jacques Rousseau - Wikipedia bahasa
Indonesia, ensiklopedia bebas.
“Jean-Jacques Rousseau”. Senin, 15 Mei 2023
[2] Jusrin Efendi
Pohan. Filsafat Pendidikan. Rajawali Pers:2019. Jakarta. 35
Komentar
Posting Komentar