Langsung ke konten utama

Roh Cinta Kasih Yang Mahakudus Membimbing Seluruh Gereja Untuk Menciptakan Komunitas Yang Inklusif Dalam Panggilan Kristiani




Noldianto Marianus Lasterman

Di kitab Kejadian, Tuhan menciptakan manusia dan berkata tidak benar bahwa manusia harus sendirian. Kita berkembang sebagai manusia tidak dengan hidup terisolasi dan hidup oleh diri kita sendiri, melainkan dengan melibatkan diri sebagai anggota penuh komunitas. Jadi, kita akan bersama membahas tentang komunitas dan pentingnya roh cinta kasih dalam membimbing Gereja di dalam keistimewaan panggilan Kristiani. Manusia diciptakan Allah bukan untuk hidup sendiri. Sejak semula, Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan (Kejadian 1:27, 2;18), ditakdirkan untuk hidup dalam komunitas dengan satu sama lain dan dengan Tuhan. Ini bukan sesuatu yang ditambahkan pada sifat manusia, tetapi merupakan bagian penting dari sifat manusia. Kita adalah makluk sosial, dan dengan demikian, hidup dalam masyarakat adalah ekspresi penting dari siapa kita.


Semua manusia dipanggil ke tujuan yang sama yakni kepada Allah. Ada kemiripan antara kesatuan pribadi-pribadi ilahi dan sikap persaudaraan, menurutnya manusia harus hidup dalam kebenaran dan kasih antara yang satu dan yang lain.Kasih kepada sesama tidak dapat dipisahkan dari kasih kepada Allah.Pribadi manusia membutuhkan kehidupan sosial.Ini tidak merupakan suatu pelengkap baginya tetapi suatu tuntutan kodratnya.Melalui pertemuan dengan orang lain, melalui pelayanan timbal balik, dan melalui dialog dengan saudara dan saudarinya,manusia mengembangkan bakat-bakatnya dan dapat menjalankan panggilannya. Salah satu dokumen utama Konsili Vatikan II mengatakan sebagai berikut mengenai pentingnya hidup berkomunitas di masyarakat: “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka. Sebab persekutuan mereka terdiri dari orang-orang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka persekutuan mereka itu mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya.” [1] Sebuah komunitas mempunyai banyak kesamaan. Anggotanya mungkin memiliki sejarah yang sama dan rasa identitas bersama. Mereka terikat bersama oleh struktur, budaya, politik, dan ekonomi, dan mengekpresikan kehidupan bersama mereka di asosiasi professional, politik, dan rekreasi dan kelompok. Gereja Katolik memahami bahwa komunitas adalah sesuatu yang dikehendaki oleh Allah dan, adalah hadiah dari Allah. Setiap orang Kristiani dipanggil untuk ikut membangun kehidupan sosial, ekonomi, dan politik yang sesuai dengan rencana Allah.


Dalam membangun komunitas inklusif roh cinta kasih memiliki peran yang selalu melekat dalam diri umat Kristiani karena, hukum cinta kasih merupakan suatu ajaran yang wajib dilaksanakan oleh kaum umat beriman dalam membangun suatu komunitas inklusif. Kalau manusia diciptakan dengan kodrat untuk dapat mengasihi Allah dan mengasihi sesama, maka pertanyaannya adalah mengapa Allah menciptakan manusia dengan kodrat seperti ini? Jawabnya adalah karena kita menemukan kebahagiaan kita di dalam kasih kepada Tuhan, dan tidak di dalam hal-hal lain, seperti: uang, kehormatan, kekuasaan, kesenangan, bahkan juga kebajikan. Maka kalau kita ingin mendapat penghiburan dan kekuatan di dalam hidup ini kita harus kembali kepada Tuhan, kita harus mengasihi Tuhan. Sebab jika kita tidak mengasihi Tuhan, kita sama saja sebenarnya tidak sungguh-sungguh berbahagia. Itulah sebabnya banyak di antara orang-orang yang demikian kemudian dapat melakukan hal-hal yang tragis dalam hidup mereka. Sedangkan sebaliknya, jika kita menemukan orang kelihatannya paling tidak bahagia di mata dunia, namun kalau ia mengasihi Tuhan, maka ternyata ia adalah orang yang paling bahagia, dalam arti yang sesungguhnya, dalam segala sesuatu. Maka sudah selayaknya kita berdoa memohon agar Tuhan membuka mata hati kita agar dapat mencari kebahagiaan di mana kita dapat sungguh menemukannya, yaitu di dalam Tuhan sendiri.


Semua agama mengajarkan kasih kepada Allah dan menyatakannya dalam ibadat dan upacara keagamaan. Kekhasan Yesus ialah, bahwa Ia mewujudkan kasih kepada Allah dalam kasih kepada manusia. Ini ciri khas Yesus dan agama Kristen: “Di sini semua orang akan tahu bahwa kamu murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi” (Yoh 13:35). Kekhasan Yesus ialah bahwa Ia berpaling kepada manusia. Dengan demikian iman Kristen tidak hanya ditandai oleh perikemanusiaan, tetapi juga seluruhnya diakarkan dalam kehidupan yang nyata. Manusia baru menjadi diri sendiri dengan sepenuhnya, kalau berhadapan dengan pribadi yang lain. Allah tidak pernah dapat ditangkap selain dalam diri Yesus Kristus, di dalamnya Allah menampilkan diri dalam rupa seorang manusia. Allah selalu nyata bagi orang beriman. Allah baginya menjadi nyata dalam diri sesamanya. Maka di situ manusia ditantang dengan seluruh kehidupannya. Kasih kepada sesama bukan hanya hubungan baik dan manis. Manusia senantiasa menyadari keterbatasan dan kelemahannya sendiri. Dari pengalaman pribadi ia mengetahui bahwa hidupnya merupakan suatu misteri, yang tak mungkin dipahami dengan sepenuhnya. Ia mengetahui pula, bahwa tidak pernah penuh dan sempurna. Dalam kasih ia mau menerima dan mengakui semua itu juga dalam sesamanya. Kasih pertama-tama berarti hormat akan pribadi manusia. Konsili Vatikan II merinci sikap itu sebagai berikut: “Memandang sesama, tanpa kecuali, sebagai dirinya yang lain, terutama dengan mengindahkan perihidup mereka beserta upaya-upaya yang mereka butuhkan untuk hidup yang layak”.[2] Dalam arti inilah hidup Kristen boleh disebut suatu humanisme. Allah dan manusia tidak bersaing. Allah menghendaki perkembangan hidup manusia secara utuh dan penuh.


Kegiatan pastoral adalah bentuk cinta perhatian seorang gembala kepada umatnya atau Gereja. Tindakan ini mengalir dari misteri pewahyuan diri Allah dalam rupa PuteraNya, Yesus Kristus yang rela datang dan hadir di dunia. Cinta Allah pada dunia dan manusia mendorong Yesus Kristus untuk memberikan diri sehabis-habisnya bagi manusia. Yesus menjadi pengantara antara manusia dengan Allah. Ia menghantar manusia yang berdosa kepada Allah karena belaskasihanNya yang besar. Tindakan pewahyuan ini adalah sebuah misteri. Mengapa? Karena Allah rela menjadi manusia untuk mengangkat manusia menjadi puteraNya dan hidup bahagia bersamaNya di surga.


Aktivitas pastoral juga menggambarkan dengan sangat jelas sebuah komunio umat beriman. Gereja tidak pernah diartikan sebagai individu. Gereja adalah persekutuan, paguyuban antarindividu dalam iman yang sama kepada Allah. Berangkat dari pemahaman ini, maka cinta kasih pastoral hendaknya berbuah pada persekuatuan yang kian erat antarumat beriman. Gereja sebagai sebuah komunio dihadirkan untuk menciptakan kerukunan dan bukannya perpecahan. Tindakan cinta kasih pastoral selain mengalir dari misteri penjelmaan Allah dan demi meneguhkan persekutuan jemaat juga dimaksudkan untuk tetap menjaga relasi yang sehat dengan lingkungan sekitar dan dengan saudara-saudari yang tidak seiman. Dalam hal ini, Gereja sebagai sebuah misi tidak pernah berhenti pada aktivitas ke dalam dirinya. Gereja harus inklusif. Misi Gereja bukan hanya untuk membangun paguyuban di dalam, tetapi juga merintis kerjasama yang lebih erat dengan dunia luar. Dalam misi keluar ini Gereja hendaknya mampu berdialog dengan budaya, menjangkau setiap kelas sosial dalam masyarakat, agama dan kepercayaan setempat. Sebagaimana Yesus menjadi misionaris Bapa yang berinkarnasi, demikian pula aktivitas pastoral menjadi sarana bagi semua orang untuk melihat Allah dalam pribadi yang sedang berpastoral.


Cinta Kasih dapat timbul jika ada interaksi yang menghasilkan rasa suka dan sayang atau tertarik atau bisa juga rasa yakin yang sangat kuat dan mendalampada diri seseorang. Berikut yang merupakan hikmah cinta pertama, sesungguhnya cinta itu merupakan ujian yang berat dan pahit dalam ujian manusia. Kedua, bahwa fenomena cinta yang telah melekat dalam diri manusia itu adalah pendorong yang peling besar dalam melestarikan kehidupan lingkungan. Ketiga, bahwa fenomena cinta merupakan faktor utama dalam kelanjutan hidup manusia. Keempat, fenomena cinta merupakan pengikat yang kuat antara keluarga dan kerukunan masyarakat. Dasar persekutuan hidup bersama suami-isteri adalah cintakasih, bukan harta atau tubuh, pangkat, kedudukan, jabatan atau hobby dan seterusnya. Maka persekutuan suami-isteri antara lain ditandai dengan saling mengenakan cincin pernikahan; cincin bulat, tiada ujung pangkal, awal dan akhir, melambangkan cinta kasih yang tak terbatas dan seutuhnya. Maka suami-isteri berjanji setia untuk saling mengasihi baik dalam untung maupun malang sampai mati alias tidak akan bercerai. Cinta kasih juga tidak diketahui awalnya karena cinta kasih itu berasal dari Allah, dengan kata lain yang mempertemukan atau menyatukan suami-isteri adalah Allah sendiri, maka Yesus bersabda : “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Mat 19:6).


Masalah-masalah yang muncul dalam hidup bersama/berdua merupakan kesempatan untuk semakin mengasihi atau memperdalam kasih. Apa itu kasih? “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu  Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. ” (1Kor 13:4-8)  


 Persekutuan cinta suami isteri menemukan puncaknya yang luar biasa dalam persetubuhan yang kemudian membuahkan kehidupan baru.   Persetubuhan merupakan bahasa kasih alias perwujudan saling mengasihi tanpa batas (dalam saling ketelanjangan). “Keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu” (Kej 2:25)  Bukankah saling telanjang berdua menunjukkan bahwa relasi kasih suami-isteri sungguh bebas, terbuka dan seutuhnya?  Dari persetubuhan suami-isteri sebagai perwujudan saling mengasihi atau kasih bertemu kasih ada kemungkinan tumbuh manusia baru atau anak yang tidak lain adalah buah kasih, kehidupan baru yang membahagiakan, menjanjikan penuh harapan, maka disambut dengan ceria, bahagia. Karena kasih atau kehidupan baru tersebut merupakan anugerah Allah alias hadiah/anugerah atau kado dari Allah, maka selayaknya ia kita layani atau abdi sebaik mungkin.


Oleh karena itu, tugas penting dalam Gereja Katolik untuk terus membina suatu komunitas inklusif adalah melalui Roh Cinta dan Roh Kasih. Mengapa? Cinta dan Kasih bisa menjadi penghubung bagi kita untuk membangun suatu komunitas inklusif baik itu di Gereja, keluarga dan dimanapun kita berada. Ini merupakan panggilan kita juga sebagai umat Kristiani yang wajib menerapkan hukum yang telah diajarkan Yesus kepada kita melalui cinta kasih.






[1] KWI, Konsilli Vatikan II, OBOR:Jakarta,2009, hlm. 521
[2] KWI, Konsilli Vatikan II, OBOR:Jakarta,2009, hlm. 553

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kunjungan Paus Fransiskus di Indonesia: Membangun Jembatan Kasih Dalam Kesederhanaan di Tengah Keberagaman Bangsa

Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia bukan saja merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Katolik, tetapi juga menjadi contoh tentang bagaimana kesederhanaan dapat menjadi titik penyatuan di tengah keberagaman bangsa. Paus Fransiskus, yang terkenal akan gaya hidupnya yang sederhana dan dekat dengan rakyat, membawa pesan yang sangat tepat bagi masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya dan agama. Kesederhanaan beliau menjadi bukti yang jelas bagaimana hidup dengan rendah hati dapat mengatasi perbedaan dan memperkuat persatuan. Dalam setiap pertemuan dan dialognya dengan berbagai pemimpin agama di dunia, Paus Fransiskus selalu menunjukkan sikap rendah hati dan keterbukaan. Beliau tidak hanya berbicara tentang pentingnya kasih dan persaudaraan, tetapi juga mempraktikkannya dalam setiap langkahnya. Kesederhanaan dalam sikap dan tindakan Paus Fransiskus menjadi cerminan dari pesan Kristiani yang mendalam: bahwa kasih tidak membutuhkan kemewahan atau kekuasaan, melainkan ketulusan hati un

Media Komunikasi Sebagai Karya Kerasulan

Noldianto Marianus Lasterman Dalam perkembangan yang begitu pesat manusia  menciptakan berbagai media komunikasi yang semakin mempermudah orang-orang untuk mengakses segala kebutuhannya. Lalu apakah yang dimaksud dengan “komunikasi”? secara etimologis, komunikasi berasal dari kata Latin communicatio atau communis, yang berarti biasa atau berbagai . Perkembangan media komunikasi ini, gereja ikut serta cara mengaplikasikan media tersebut dalam bentuk pelayanannya. Secara khusus media elektronik yang sangat berkembang saat ini, membuat gereja memfasilitasi berbagai macam media komunikasi dalam pertumbuhan iman umat beriman. Syukur jika sekaligus juga dapat menjadi sarana pewartaan (evangelisasi) yang karena nilai-nilai Kristiani dan kemanusiaan yang dikandungnnya-menjangkau kalangan yang lebih luas lagi.  Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa setiap bentuk media komunikasi khususnya elektronik, memiliki dampak positif dan negatif. Gereja perlu mengantisipasi pengaruh perkembangan

Ekaristi

Noldianto Marianus Lasterman “Ekaristi adalah suatu misteri iman, yang sungguh rangkuman dan ringkasa iman kita. iman Gereja pada hakekatnya aalah iman yang ekaristis dan secara istimewa dipupuk pada meja ekaristi. Iman dan sakramen adalah dua segi kehidupan Gerejawi yang saling melengkapi. Dibangkitkan oleh pemakluman Sabda Allah, iman dipupuk dan bertumbuh dalam perjumpaan penuh dengan Tuhan yang bangkit, yang terjadi dalam sakramen: iman diungkapkan dalam ritus, sementara ritus menguatkan dan menguduskan iman”. (Sacramentus Caritatis, No. 6)            Nama lain dari Ekaristi berasal dari kata Yunani untuk “ucapan syukur”. Istilah mengenangkan Perjamuan Malam Terakhir Kristus melalui konsekrasi roti dan anggur. Nama-nama lain untuk Ekaristi adalah perjamuan Tuhan, misa,  dan persekutuan kudus [1] . Sejauh dililhat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan Diri seutuhnya kepada manusia, kita mengetahui bahwa iman atau wahyu merupakan perjumpaan antara Allah dengan