Langsung ke konten utama

Postingan

Persahabatan Sebagai Bukti Dari Eksistensi Manusia

23 November 2017 (Noldianto Marianus Lasterman: Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara)             Kemajuan pola pikir manusia yang semakin pesat dengan begitu banyak talenta yang dimiliki membuat manusia mampu untuk melakukan berbagai macam hal yang bisa memberi manfaat baik bagi orang lain maupun diri sendiri. Pandangan ini menjadi bukti bahwa manusia merupakan mahluk ciptaan yang paling tinggi dibandingkan ciptaan lainnya karena  memiliki otak untuk berpikir dan perasaan untuk menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Hakikat manusia untuk berpikir dan bertindak adalah salah satu cara untuk membedakan diantara semua ciptaan lainnya. Manusia memiliki sebuah interpretasi yang selalu mencari tahu akan ketidaktahuannya terhadapa dunia(kosmos) yang memiliki banyak pertanyaan yang mesti dijawab dan dipahami secara rasio maupun logika. Sebagai bentuk untuk memahami akan dunia yang terus berkembang pesat saya menawarkan bahwa tafsir terhadap dunia tidak mudah dilakukan secara indiv

Ekaristi

Noldianto Marianus Lasterman “Ekaristi adalah suatu misteri iman, yang sungguh rangkuman dan ringkasa iman kita. iman Gereja pada hakekatnya aalah iman yang ekaristis dan secara istimewa dipupuk pada meja ekaristi. Iman dan sakramen adalah dua segi kehidupan Gerejawi yang saling melengkapi. Dibangkitkan oleh pemakluman Sabda Allah, iman dipupuk dan bertumbuh dalam perjumpaan penuh dengan Tuhan yang bangkit, yang terjadi dalam sakramen: iman diungkapkan dalam ritus, sementara ritus menguatkan dan menguduskan iman”. (Sacramentus Caritatis, No. 6)            Nama lain dari Ekaristi berasal dari kata Yunani untuk “ucapan syukur”. Istilah mengenangkan Perjamuan Malam Terakhir Kristus melalui konsekrasi roti dan anggur. Nama-nama lain untuk Ekaristi adalah perjamuan Tuhan, misa,  dan persekutuan kudus [1] . Sejauh dililhat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan Diri seutuhnya kepada manusia, kita mengetahui bahwa iman atau wahyu merupakan perjumpaan antara Allah dengan

Rambu Solo (Upacara Kematian Tana Toraja)

Noldianto Marianus Lasterman Pengantar        Etnis Toraja asli mendiami wilayah dataran tinggi bagian tengah pulau Sulawesi khususnya Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara di Sulawesi Selatan. Tana Toraja memiliki agama leluhur yang dikenal dengan sebutan Aluk To Dolo sampai saat ini sehingga masih ada sebagian masyarakat yang menganut agama tersebut. Religiositas asli orang Toraja terungkap dalam dua ritus kehidupan orang Toraja yakni Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’. Dalam   kedua ritus kehidupan tersebut terungkap religiositas asli orang Toraja yang sekaligus mencerminkan kerinduan mendalam akan adanya kekuatan di luar kehidupan mereka yang menjadi asalm penentu dan tujuan akhir kehidupan manusia. Isi             Masyarakat Tana Toraja sudah dari dulu menganut agama kepercayaan yakni Aluk Todolo (Aluk berarti Agama atau aturan dan Todolo berarti Leluhur). Menurut kepercayaan dalam Alukta, mengatakan bahwa Agama ini duturunkan oleh Puang Matua ( Sang Pencipta ) kepada nenek

Kekerasan Anak

Kekerasan Seksual terhadap Anak [1] oleh Nama : Noldianto Marianus Lasterman [2]     I.             Pendahuluan             Kekerasan seksual terhadap anak yang hampir menyebar di seluruh wilayah Indonesia sekarang ini telah menjadi masalah penting bagi kita untuk semakin waspada dalam menjaga putra/putri kita. Ini juga bisa berpengaruh terhadap emosional anak dan akan menjadi trauma berkepenjangan. Trauma pemerkosaan bisa menjadi menakutkan bagi seorang anak, sehingga ia kehilangan kesadaran dan takut terhadap lawan jenis.             Masalah yang dihadapi para korban kekerasan seksual akan membawa kebingungan tersendiri pada anak karena, tidak jarang menanggung rasa sakit akibat pelecehan dengan cara menghilangkan peristiwa itu dari ingatan mereka. Meskipun tersembunyi dari kesadaran ingatan mereka, kekerasan tersebut akan manjadi sumber kekacauan dan rasa tidak percaya diri sehingga sangat sulit untuk berinteraksi dengan orang lain. Dalam beberapa hal, para pelaku kekerasan meras